KEBUTUHAN
DASAR MANUSIA
PEMENUHAN
KEBUTUHAN ELIMINASI
Pemenuhan
kebutuhan eliminasi terdiri dari kebutuhan eliminasi alvi (berhubungan dengan
defekasi) dan kebutuhan eliminasi uri ( berhubungan dengan berkemih ). (A.Aziz,
2005:87)
I.
KEBUTUHAN ELIMINASI URINE
1.1 Definisi
Eliminasi Urine
Eliminasi urine adalah proses pembuangan sisa-sisa
metabolisme. Eliminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses
pengeluaran ini sangat bergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi seperti
ginjal, ureter, bladder, dan uretra. (A.Aziz, 2008 : 62)
1.2 Fisiologi
Organ yang berperan dalam proses terjadinya
eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Gambar
1.2 : Anatomi Sistem Perkemihan
·
Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ
retroperitoneal yang integral dengan homoestasis tubuh dalam mempertahankan
keseimbangan cairan, termasuk keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal mensekresi
hormon dan enzim yang membantu pengaturan
produksi eritrosit, tekanan darah, serta metabolisme kalsium dan fosfor.
Ginjal mengatur cairan tubuh, asiditas, dan elektrolit sehingga mempertahankan
komposisi cairan yang normal. (Mary Baradero, 2008 : 1)
Ginjal juga menyaring bagian dari darah
untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai zat sisa yang tidak diperlukan tubuh.
Bagian ginjal terdiri atas nefron, yang merupakan unit dari struktur ginjal
yang berjumlah kurang lebih satu juta nefron. Melalui nefron urine disalurkan
ke dalam bagian pelvis ginjal, kemudian disalurkan melalui ureter ke kandung
kemih. (A.Aziz, 2008 : 62)
·
Kandung Kemih (Bladder, Buli-buli)
Kandung kemih merupakan sebuah kantong
yang terdiri atas otot halus yang berfungsi sebagai penampung air seni (urine).
Dalam kandung kemih, terdapat lapisan jaringan otot yang memanjang ditengah dan
melingkar disebut sebagai detrusor dan berfungsi untuk mengeluarkan urine. Pada
dasar kandung kemih, terdapat lapisan tengah jaringan otot yang berbentuk
lingkaran bagian dalam atau disebut sebagai otot lingkar yang berfungsi menjaga
saluran antara kandung kemih dan uretra sehingga uretra dapat menyalurkan urine
dari kandung kemih keluar tubuh. (A.Aziz, 2008 : 62)
Penyaluran rangsangan ke kandung kemih
dan rangsangan monitoris ke otot lingkar bagian dalam diatur oleh sistem simpatis. Akibat dari
rangsangan ini, otot lingkar menjadi kendur dan terjadi kontraksi sphincter
bagian dalam sehingga urine tetap tertinggal dalam kandung kemih. Sistem
parasimpatis menyalurkan rangsangan motoris kandung kemih dan rangsangan
penghalang ke bagian dalam otot lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan
terjadinya kontraksi otot detrusor dan kendurnya sphincter. (A.Aziz, 2008 : 62)
·
Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi
untuk mengeluarkan urine ke bagian luar. Fungsi uretra pada wanita mempunyai fungsi
yang berbeda dengan yang terdapat pada pria. Pada pria, uretra digunakan
sebagai tempat pengaliran urine dan sistem reproduksi berukuran panjang ±20 cm.
pada pria uretra terdiri dari 3 bagian, uretra prostatik, uretra membranosa,
dan uretra kavernosa. Pada wanita uretra memiliki panjang 4-6,5 cm dan hanya
berfungsi untuk mengeluarkan urine ke bagian luar tubuh. (Potter, 2005)
Saluran perkemihan dilapisi membrane
mukosa dimulai dari meatus uretra hingga ginjal. Secara normal, mikroorganisme
tidak ada yang bisa melewati uretra bagian bawah, namun membrane mukosa ini
pada keadaan patologis yang terus-menerus akan menjadikannya sebagai media yang
baik untuk pertumbuhan beberapa patogen. (A.Aziz, 2008 : 63)
1.3 Persarafan
Kandung Kemih
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus
pelvikus, yang berhubungan dengan medulla spinalis melalui pleksus sakralis,
terutama berhubungan dengan medulla spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan
melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan motorik. Saraf sensorik
mendeteksi derajat tegangan pada kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari
uretra posterior bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung jawab pada untuk
mencetuskan refleks yang menyebabkan pengosongan kandung kemih.
(www.wordpress.com)
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus
adalah serat parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak
pada dinding kandung kemih. Saraf pso ganglion pendek kemudian mempersarafi
otot detrusor. (www.wordpress.com)
1.4 Proses
Berkemih
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika
urinaria (kandung kemih). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf
bila urinaria berisi ±250 - 450 cc (pada dewasa) dan 200 - 250 cc (pada
anak-anak). (A.Aziz, 2008 : 63)
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria
berisi urine yang dapat menimbulkan rangsangan pada saraf-saraf di dinding
vesika urinaria. Kemudian rangsangan tersebut diteruskan melali medulla
spinalis ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korterks serebral.
Selanjutnya otak memberikan impuls/ragsangan melalui medulla spinalis
neuromotoris di daerah sakral, kemudian terjadi koneksi otot detrusor dan
relaksasi otot sphincter internal. (A.Aziz, 2008 : 63)
Urine dilepaskan dari vesika urinaria tetapi masih
tertahan sphincter eksternal. Jika waktu dan tempat memungkinkan akan
menyebabkan relaksasi sphincter eksternal dan urine kemungkinan dikeluarkan
(berkemih). (A.Aziz, 2008 : 64)
·
Ciri-ciri urine yang normal
-
Jumlahnya rata-rata 1-2 liter sehari,
tetapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan yang dimasukan. Banyaknya
bertambah pula bila terlampau banyak makan makanan yang mengandung protein,
sehingga tersedia cukup cairan yang melarutkan ureanya.
-
Warnanya bening oranye pucat tanpa
endapan, tetapi adakalanya jonjot lendir tipis tampak terapung di dalamnya.
-
Baunya tajam.
-
Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus
dengan PH rata-rata 6.
-
Berat jenis berkisar dari 1,010 sampai
1,025
(Pearce, 2009 : 305)
·
Komposisi urine normal:
-
Air (96%)
-
Larutan (4%)
a. Larutan
organik : urea, ammonia, kreatin, dan asam urat.
b. Larutan
anorganik : natrium (sodium), klorida, kalium (potassium), sulfat, magnesium,
fosfor. Natrium klorida merupakan garam yang paling banyak.
(A.Aziz, 2008 : 306)
1.5 Perangsang
Atau Penghambat Berkemih Oleh Otak
Refleks berkemih adalah refleks medulla spinalis
yang seluruhnya bersifat autonomik, tetapi dapat dihambat atau dirangsang oleh
pusat dalam otak. Pusat perangsang dan pengahambat kuat dalam batang otak,
terutama terletak dalam pons dan beberapa pusat yang terletak di korteks
serebral yang terutama bekerja sebagai penghambat tetapi dapat juga menjadi
perangsang. Refleks berkemih merupakan dasar penyebab terjadinya berkemih,
tetapi pusat lebih tinggi normalnya memegang peranan sebagai pengendali akhir
dari berkemih, sebagai berikut : (www.wordpress.com)
Pusat yang lebih tinggi menjaga secara parsial
penghambat refleks berkemih kecuali jika peristiwa berkemih dikehendaki. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah
berkemih bahkan jika refleks berkemih timbul dengan membuat kontraksi tonik
terus menerus pada sphincter eksternus kandung kemih sampai mendapatkan waktu
yang baik untuk berkemih. Jika tiba waktu yang tepat untuk berkemih pusat
kortikal dapat merangsang pusat berkemih sakral untuk membantu mencetuskan
refleks berkemih dan dalam waktu yang bersamaan
menghambat sphincter eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih
dapat terjadi. (www.wordpress.com)
Berkemih dibawah keinginan biasanya tercetus dengan
cara berikut : pertama seseorang secara sadar mengontraksikan otot-otot
abdomennya yang meningkatkan tekanan kandung kemih dan mengakibatkan urine
ekstra emasuki leher kandung kemih dan uretra posterior di bawah tekanan, sehingga
meregangkan dindingnya. Hal ini menstimulasi reseptor regang yang merangsang
refleks berkemih dan menghambat sphincter eksternus eksternus uretra secara
simultan. Biasanya seluruh urine akan keluar, terkadang lebih dari 5-10 ml
urine tertinggal di kandung kemih. (www.wordpress.com)
1.6 Faktor
Yang Mempengaruhi Eliminasi Urine
a)
Diet dan asupan (intake).
Jumlah
dan tipe makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output urine. Protein
dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu minum kopi
dapat meningkatkan pembentukan urine. (A.Aziz, 2008 : 64)
b)
Respons bagaimana awal berkemih.
Kebiasaan
mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine banyak
tertahan di dalam vesika urinaria, sehingga mempengaruhi ukuran vesika urinaria
dan jumlah pengeluaran urine. (A.Aziz, 2008 : 64)
c)
Gaya hidup.
Perubahan
gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait
dengan tersedianya toilet. (A.Aziz, 2008 : 64)
d)
Stress psikologis.
Meningkatnya
stress dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena
meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang
diproduksi. (A.Aziz, 2008 : 64)
e)
Tingkat aktivitas.
Eliminasi
urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sphincter.
Kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas. Hilangnya tonus otot
vesika urinaria dapat menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun. (A.Aziz,
2008 : 64)
f)
Tingkat perkembangan.
Tingkat
pertumbuhan dan perkembangan juga dapat mempengaruhi pola berkemih. Hal
tersebut dapat ditimbulkan pada anak, yang lebih memiliki kesulitan untuk
mengontrol buang air kecil. Namun, kemampuan dalam mengontrol buang air kecil
meningkat dengan bertambahnya usia. (A.Aziz, 2008 : 65)
g)
Kondisi penyakit.
Kondisi
penyakitt dapat mempeengaruhi produksi urine, seperti diabetes meelitus. (A.Aziz,
2008 : 65)
h)
Sosiokultural.
Budaya
dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur
masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu. (A.Aziz,
2008 : 65)
i)
Kebiasaan seseorang.
Seseorang
yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya memiliki kesulitan untuk
berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit. (A.Aziz,
2008 : 65)
j)
Tonus otot.
Tonus
otot yang berperann penting dalam membantu proses berkemih adalah otot kandung
kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi
sebagai pengontrolan pengeluaran urine. (A.Aziz, 2008 : 65)
k)
Pembedahan.
Pembedahan
berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari pemberian obat
anstesi sehingga menyebabkan penurunan jumlah produksi urine. (A.Aziz, 2008 :
65)
l)
Pengobatan.
Pemberian
tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan
proses perkemihan. Misalnya pemberian obat diuretic dapat meningkatkan jumlah
urine, sedangkan obat antikolinergik dan anti hipertensi dapat menyebabkan retensi
uine. (A.Aziz, 2008 : 65)
m)
Pemeriksaan diagnostik.
Pemeeriksaan
diagnostik ini juga dapat mempengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya
prosedur-pprosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih
seperti intra venus pyelogram (IVP). Pemeriksaan ini dapat membatasi jumlah
asupan sehingga mengurangi produksi urine. Selain itu tindakan sisteskopi dapat
menimbulkan edema local pada uretra.
(A.Aziz,
2008 : 65)
1.7 Gangguan/Masalah
Kebutuhan Eliminasi Urine
a) Retensi
urine.
Retensi
urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan
kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Hal ini menyebabkan distensia
vesika urinaria atau merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pengosongan
kandung kemih yang tidak lengkap. Dalam keadaan distensi vesika urinaria dapat menampung urine sebanyak 3.000 – 4.000
ml urine. (A.Aziz, 2008 : 66)
Retensi urine post
partum dapat terjadi pada pasien yang mengalami kelahiran normal sebagai akibat
dari peregangan atau trauma dari dasar kandung kemih dengan edema trigonum.
Faktor-faktor predisposisi lainnya dari retensio urine meliputi epidural
anestesia, pada gangguan sementara kontrol saraf kandung kemih , dan trauma
traktus genitalis, khususnya pada hematoma yang besar, dan sectio cesaria.
(www.jevuska.com)
Retensi postpartum
paling sering terjadi. Setelah terjadi kelahiran pervaginam spontan, disfungsi
kandung kemih terjadi 9-14 % pasien; setelah kelahiran menggunakan forcep,
angka ini meningkat menjadi 38 %. Retensi ini biasanya terjadi akibat dari
dissinergis antara otot detrusor-sphincter dengan relaksasi uretra yang tidak
sempurna yang kemudian menyebabkan nyeri dan edema. Sebaliknya pasien yang
tidak dapat mengosongkan kandung kemihnya setelah sectio cesaria biasanya
akibat dari tidak berkontraksi dan kurang aktifnya otot detrusor.
(www.jevuska.com)
Ketika kandung kemih menjadi sangat
mennggembung diperlukan kateterisasi, kateter folley ditinggal dalam kanndung
kemih selama 24 – 48 jam untuk menjaga kandung kemih tetap kosong dann
memungkinkan kandung kemih menemukan kembali tonus normal dan sensasi. (www.jevuska.com)
Tanda
klinis retensi :
·
Ketidaknyamanan daerah pubis.
·
Distensi vesika urinaria.
·
Ketidaksanggupan untuk berkemih.
·
Sering berkemih saat vesika urinaria
berisi sedikit urine (25-50 ml).
·
Ketidakseimbangan jumlah urine yang
dikeluarkan dengan asupannya.
·
Meningkatnya keresahan dan keinginan
berkemih.
·
Adanya urine sebanyak 3.000- 4.000 ml
dalam kandung kemih.
Penyebab
:
·
Operasi pada daerah abdomen bawah,
pelvis, vesika urinaria.
·
Trauma sumsum tulang belakang.
·
Tekanan uretra yang tinggi karena otot
detrusor yang lemah.
·
Sphincter yang kuat.
·
Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran
kelenjar prostat).
(A.Aziz, 2008 : 66)
b) Inkontinensia
urine.
Inkontinensia urine
merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal sementara atau menetap untuk
menetap unttuk mengontrol ekskresi urine. Secara umum penyebab dari
inkontinensia urine adalah: proses penuaan (aging process), pembesaran kelenjar
prostat, serta penurunan kesadaran, serta penggunaan obat narkotik. (A.Aziz,
2008 : 66)
c) Enuresis.
Enuresis merupakan
menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan tidak mampu mengontrol sphincter
eksterna. Biasanya enurisis terjadi pada anak atau orang jompo. Umumnya
enurisis terjadi pada malam hari.
Faktor penyebab
enurisis :
a. Kapasitas
vesika urinaria lebih besar dari normal.
b. Anak-anak
yang tidurnya bersuara dari tanda-tanda dari indikasi keinginan berkemih tidak
diketahui. Hal itu mengakibatkan terlambatnya bangun tidur untuk untuk ke kamar
mandi.
c. Vesika
urinaria peka rangsang, dan seterusnya, tidak dapat menampung urine dalam
jumlah besar.
d. Suasana
emosional yang tidak menyenangkan di rumah.
e. Orang
tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi kebiasaannya tanpa
dibantu dengan mendidiknya.
f. Infeksi
saluran kemih, perubahan fisik, atau neurologis sistem perkemihan.
g. Makanan
yang banyak mengandung garam mineral.
h. Anak
yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi.
(A.Aziz, 2008 : 67)
d) Perubahan
pola eliminasi urine.
Perubahan pola
eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami gangguan pada
eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik, sensorik, dan
infeksi saluran kemih. Perubahan pola eliminasi terdiri atas :
·
Frekuensi.
Frekuensi merupakan
banyaknya jumlah berkemih dalm sehari. Peningkatan frekuensi berkemih
dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi ttanpa
suatu tekanan asupan cairan dapat disebabkan sistisis. Frekuensi tinggi dapat
ditemukan juga pada keadaan stress/hamil. (A.Aziz, 2008 : 67)
·
Urgensi.
Urgensi adalah perasaan
seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumnya
anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalm mengontrol sphincter eksternal.
Biasanya perasaan ingin segera berkemih terjadi pada anak karena kurangnya
kemampuan pengontrolan pada sphincter. (A.Aziz, 2008 : 67)
·
Disuria.
Disuria adalah rasa
sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering ditemukan pada penyakit
infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur uretra. (A.Aziz, 2008:67)
·
Poliuria.
Poliuria merupakan
produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa adanya
peningkatan asupan cairan. Biasanya, ditemukan pada penyakit diabetes dan GGK.
(A.Aziz, 2008 : 67)
·
Urinari Supresi.
Urinaria supresi adalah
berhentinya produksi urie secara mendadak. Secara normal, urine diproduksi oleh
ginjal pada kecepatan 60 – 120 ml/jam secara terus menerus. (A.Aziz, 2008 : 67)
I.
KEBUTUHAN ELIMINASI ALVI
2.1 Definisi
Eliminasi Alvi
Eliminasi alvi (buang air besar)
merupakan proses pengosongan usus. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks
untuk buang air besar yang terletak di medulla dan sumsum tulang belakang.
(A.Aziz, 2008 : 71)
2.2 Fisiologi.
Sistem tubuh yang berperan dalam proses eliminasi alvi
(buang air besar) adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus
dan usus besar. Usus halus berfungsi dalam absorbs elektrolit Na+,
Cl-, K+, Mg2+, HCO3, dan Ca2+.
Usus besar dimulai dari rectum, kolon hingga anus yang memiliki panjang ±1,5 m
atau 50-60 inci dengan diameter 6 cm. Usus besar merupakan bagian bawah atau
bagian ujung dari saluran pencernaan, dimulai dari katup ileum caecum sampai ke
dubur (anus). (A.Aziz, 2008 : 71)
Makanan yang diterima usus halus dari lambung dalam
bentuk setengah padat. Chyme baik berupa air, nutrien, maupun elektrolit
kemudian akan diabsorbsi. Produk buangan yang memasuki usus besar berupa
cairan. Setiap hari saluran usus menyerap 800 – 1000 ml cairan. Penyerapan
inilah yang menyebabkan feses mempunyai bentuk setengah padat. Jika feses
terlalu lama dalam usus besar, maka terlalu banyak air yang diserap sehingga
feses menjadi kering dan keras. Pada batas antara usus besar dan usus halus
terdapat katup ileocaecal. Katup ini biasanya mencegah zat yang masuk ke usus
besar sebbelum waktunya dan mencegah pembuangan kembali ke usus halus. Makanan
selanjutnya masuk ke dalam kolon sigmoid, berupa feses yang siap dibuang dan
diteruskan ke dalam rectum kemudian anus. (A.Aziz, 2008 : 72)
Gambar 2.2 : Anatomi Sistem Pencernaan
Bagian Bawah
2.3 Proses
Buang Air Besar
Secara umum terdapat dua macam refleks yang membantu
proses defekasi yaitu refleks defekasi intrinsik dan refleks defekasi
parasimpatis. Refleks defekasi intrinsik dimulai dari adanya zat sisa makanan
(feses) dalam rectum sehingga distensi, kemudian fleksus mesentrikus merangsang
peristaltik dan akhirnya feses sampai anus. Lalu pada saat sphincter interna
relaksasi, maka terjadilah proses defekasi. Sedangkan refleks defekasi
parasimpatis dimulai dari adanya feses dalam rektum yang merangsang saraf
rektum ke spinal cord, dan merangsang ke kolon desenden, kemudian ke sigmoid,
lalu rektum, dengan gerakan peristaltik dan akhirnya terjadi relaksasi
sphincter interna maka terjadilah proses defekasi. (A.Aziz, 2008 : 73)
Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulosa
yang tidak dicernakan dan zat makanan lain yang tidak dipakai oleh tubuh, macam
mikroorganisme, sekresi kelenjar usus, pigmen empedu, dan cairan tubuh. Feses
yang normal terdiri atas massa padat, berwarna coklat karena disebabkan oleh
mobilitas sebagai hasil dari reduksi pigmen empedu dan usus kecil. (A.Aziz,
2008 : 73)
2.4 Faktor
Yang Mempengaruhi Eliminasi Alvi
a) Usia.
Setiap tahap
perkembangan / usia memiliki kemampuan mengontrol pproses defekasi yang
berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol secara penuh dalam buang air
besar, sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan secara penuh, kemudian
pada usia lanjut keamampuan itu menurun. (A.Aziz, 2008 : 75)
b) Diet.
Diet, pola, atau jenis
makanan yang dikonsumsi dapat mepengaruhi proses defekasi. Makanan yang
memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi. (A.Aziz,
2008 :75)
c) Asupan
cairan.
Pemasukan cairan yang
kurang di dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena proses
absorbs air yang kurang menyebabkan proses defekasi sulit. (A.Aziz, 2008 : 75)
d) Aktivitas.
Aktivitas dapat
mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen,
pelvis, diafragma, dapat membantu kelancaran proses defekasi. Hal ini kemudian
membuat proses gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik. (A.Aziz,
2008 : 75)
e) Pengobatan.
Pengobatan dapat
mempengaruhi proses defekasi, seperti penggunaan laktansif/antasida yang
terlalu sering. Kedua jenis obat tersebut dapat melunakkan feses dan
meningkatkan peristaltik usus. Penggunaan lama menyebabkan usus besar
kehilangan tonus ototnya dan menjadi kurang responsif terhadap stimulasi yang
diberikan oleh laktansif. (A.Aziz, 2008 : 76)
f) Gaya
Hidup.
Kebiasaan atau gaya
hidup dapat mempengaruhi proses defekasi, hal ini dapat terlihat pada seseorang
yang memiliki gaya hidup sehat/kebiasaan melakukan buang air besar di tempat
yang bersih atau toilet, ketika seseorang tersebut buang air bersih di tempat
yang terbuka atau tempat kotor, maka ia akan mengalami kesulitan dalam proses
defekasi. (A.Aziz, 2008 : 76)
g) Penyakit.
Beberapa penyakit dapat
mempengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit-penyakit tersebut berhubungan
langsung dengan sistem pencernaan, seperti gastroenteritis. (A.Aziz, 2008 : 76)
h) Nyeri.
Adanya nyeri dapat
mempengaruhi kemampuan/keinginan untuk defekasi. Seperti nyeri pada kasus
hemorroid dan episiotomi. (A.Aziz, 2008 : 76)
i)
Kerusakan Sensoris dan Motoris.
Kerusakan pada sistem
sensoris dan motoris dapat mempengaruhi proses defekasi karena dapat
menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi. Hal
tersebut dapat diakibatkan karena kerusakan pada tulang belakang atau kerusakan
saraf lainnya. (A.Aziz, 2008 : 76)
2.5 Gangguan/Masalah
Eliminasi Alvi
a) Konstipasi.
Konstipasi merupakan
keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami stasis usus
besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras serta tinja yang
keluar jadi terlalu kering dan keras.
Tanda klinis :
1. Adanya
feses yang keras.
2. Defekasi
kurang dari 3 kali seminggu.
3. Menurunnya
bising usu.
4. Adanya
keluhan pada rektum.
5. Nyeri
saat mengejan dan defekasi.
6. Adanya
perasaan masih ada sisa feses.
Kemungkinan
penyebab :
1. Defek
persarafan, kelemahan pelvis, immobilitas karena cedera serebrospinalis, CVA,
dll
2. Pola
defekasi yang tidak teratur.
3. Nyeri
saat defekasi karena hemorroid.
4. Menurunnya
peristaltik karena stress psikologis.
5. Penggunaan
obat seperti antasida, laktansif, atau anstesi.
6. Proses
menua (usia lanjut).
(A.Aziz, 2008 : 73)
b) Diare.
Diare merupakan keadaan individu
yang mengalami atau beresiko mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair.
Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mual dan muntah.
Tanda klinis :
1. Adanya
pengeluaran feses cair.
2. Frekuensi
lebih dari 3 kali sehari.
3. Nyeri/kram
abdomen.
4. Bising
usus meningkat.
Kemungkinan
penyebab :
1. Malabsorbsi
atau inflamasi, proses infeksi.
2. Peningkatan
peristaltik karena peningkatan metabolisme.
3. Efek
tindakan pembedahan usus.
4. Efek
penggunaan obat seperti antasida, laktansif, antibiotic, dll.
5. Stress
psikologis.
(A.Aziz, 2008 : 74)
c) Inkontinensia
Usus.
Inkontinensia usus merupakan
keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dan proses ddefekasi
normal, hingga mengalami proses pengeluaran feses disadari. Hal ini juga
disebut sebagai inkontinensia alvi.
Tanda klinis:
1. Pengeluaran
feses yang tidak dikehendaki.
Kemungkinan
penyebab :
1. Gangguan
sphincter rektal akibat cidera anis, pembedahan, dll.
2. Distensi
rektum berlebih.
3. Kurangnya
kontrol sphincter akibat cidera medulla spinalis, CVA, dll.
4. Kerusakan
kognitif.
(A.Aziz, 2008 : 74)
d) Kembung.
Kembung merupakan
keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas berlebih dalam usus. (A.Aziz,
2008 : 75)
e) Hemorroid.
Hemorroid merupakan
keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan
tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, perenggangan
saat defekasi, dll. (A.Aziz, 2008 : 75)
f) Fecal
Impaction.
Fecal impaction merupakan
massa feses keras dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi
materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction yaitu asupan kurang,
diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot. (A.Aziz, 2008 : 75)
|
DAFTAR
PUSTAKA
Hidayat, A.Aziz, dkk. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia.
Jakarta : EGC
Hidayat, A.Aziz, dkk. 2008. Ketrampilan Dasar Praktek Klinik Untuk
Kebidanan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Baradero, M. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Ginjal. Jakarta : EGC
Pearce, E.C. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis.
Jakarta : PT Gramedia
Potte, P.A dan Perry.
A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC
Sumber Internet :
http://www.wordpress.com/2008/03/17/konsep-dasar-pemenuhan-kebutuhan-eliminasi-urine diakses pada tanggal 11 Oktober 2011. Pukul
13.40 WIB
diakses pada tanggal 11
Oktober 2011. Pukul 13.40 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar