BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Anti hipertensi adalah obat untuk menurunkan
tekanan darah tinggi. Hipertensi
adalah suatu keadaan medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah melebihi
normal.Hipertensi adalah peningkatan tekanan
darah sehingga tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih
besar dari 90 mmHg.
Untuk mempermudah pembelajaran dan
penanganan, hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingginya tekanan
darah dan etiologinya
Klasifikasi
|
Sistol (mmHg)
|
Diastol (mmHg)
|
Normal
|
<120
|
<80
|
Prehipertensi
|
120-139
|
80-90
|
Hipertensi tingkat 1
|
140-159
|
90-100
|
Hipertensi tingkat 2
|
>160
|
>100
|
(Klasifikasi tekanan darah untuk usia 18 tahun atau lebih
berdasarkan JNC VII, 2003)
Berdasarkan etiologinya hipertensi dapat dibagi menjadi hipertensi
esensial dan hipertensi sekunder:
- Hipertensi esensial/hipertensi primer/hipertensi idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas, lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi esensial. Penyebabnya meliputi faktor genetik (kepekaan terhadap natrium, stress, dll) dan faktor lingkungan (gaya hidup, stress emosi, dll)
- Hipertensi sekunder meliputi 5-10% kasus. Dapat berupa hipertensi kardiovaskuler (peningkatan resistensi perifer akibat aterosklerosis), hipertensi ginjal (oklusi arteri renalis atau penyakit jaringan ginjal), hipertensi endokrin (feokromositoma dan sindrom Conn) dan hipertensi neurogenik (akibat lesi saraf, menyebabkan gangguan di pusat kontrol, baroreseptor atau penurunan aliran darah ke otak).
Tujuan pengobatan hipertensi adalah
untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat TD tinggi. Ini berarti
TD harus diturunkan serendah mungkin yang tidak mengganggu fungsi ginjal, otak,
jantung, maupun kualitas hidup, sambil dilakukan pengendalian faktor-faktor
resiko kardio vascular lainnya.
Manfaat terapi hipertensi yaitu
menurunkan TD dengan antihipertensi (AH) telah terbukti menurunkan morbiditas
dan mortalitas kardio vascular, yaitu stroke, iskemia jantung, gagal jantung
kongestif, dan memberatnya hipertensi.
2.2 Obat Antihipertensi
Obat antihipertensi dikelompokkan menjadi
1.
Diuretik : Diuretik tiazid, Loop Diuretik, dll
2.
Antiadrenergik : antiadrenergik sentral, antriadrenergik
perifer, bloker alfa dan beta.
3.
Vasodilator : penghambat ACE, Bloker pintu masuk
kalsium, dan Vasodilator langsung.
Mekanisme
kerja
Obat
hipertensi dan cara kerjanya dapat
dibagi dalam beberapa jenis yaitu:
Ø Meningkatkan
pengeluaran air dalam tubuh : Diuretika
Ø Memperlambat kerja
jantung :Beta-blokers)
Ø Memperlebar pembuluh :
Vaso dialtor langsung(di/hidralazim,minoxidil),antagonis kalsium,penghambat ACE
dan AT II-blocker
Ø Menstimulasi SSP
: alfa-2 agonis sentral seperti kronidin dan moxonidin,metil-dopa,guanfanin dan
resepin.
Ø Mengurangi pengaruh SSO
terhadap jantung dan pembuluh, yakni
§ Alfa-1-blockers:derivate quinazolin (prazosin, doxasosin, terazosin, alfuzosin, tamsulozin), ketanserin (ketansin), dan
urapidil (ebrantil).
§ Alfa-1
dan 2-blockers : fentolamin,
§ Beta
blockers : propranolol, atenolol, metoprolol, pindolol, bisoprolol,timolol,
dll.
§ Alfa/beta-blockers:
labetolol dan carvedilol (Eu-cardic).
Efek samping
Umum.Praktis
semua obat antihipertensi menimbulkan efek samping umum, seperti hidung mampat
(akibat Vasodilatasi mukosa) dan mulut kering, bradykardia (kecuali fasodilator
langsung : justru tachycardia), rasa letih dan lesu, gangguan penglihatan, dan
lambung-usus (mual, diare), ada kalanya impotensi (terutama obat-obat
sentral).Efek-efek ini seringkali bersifat sementara yang hilang dalam waktu
1-2 minggu. Dapat
dikurangi atau dihindarkan dengan cara pentakaran “menyelinap”, artinya dimulai
dengan dosis rendah yang berangsur-angsur dinaikkan. Dengan demikin, penurunan
TD mendadak dapat dihindarkan. Begitu pula obat sebaiknya diminum setelah makan
agar kadar obat dalam plasma jangan mendadak mencapai puncak tinggi (dengan
akibat hipotensi kuat). Penghentian terapi pun tidak boleh secara mendadak,
melainkan berangsur-angsur untuk mencegah bahaya meningkatnya TD dengan kuat
(rebound effect)
Khusus. Lebih
serius adalah sejumlah besar efek samping khusus, antara lain:
·
Hipotensi
ortostatis, yakni turunnya TD lebih kuat bila
tubuh tegak (= ortho, Lat.) daripada dalam keadaan berbaring, dapat terjadi
pada terutama simpatolitika.
·
Depresi,
terutama pada obat-obat yang bekerja sentral,
khususnya reserpin dan metildopa, juga pada beta-blockers yang bersifat lipofil,
antara lain propra-nolol, alprenolol, dan metoprolol.
·
Retensi
garam dan air, dengan bertambahnya berat badan atau
terjadinya udema, anatra lain antagonis Ca, reserpin, metildopa dan hidralazin.
Efek samping ini dapat diatasi degan kombinasi bersama suatu deuretikum.
·
Penurunan
ratio HDL: LDL. Sejumlah obat mempengaruhi
metabolisme lipida secara buruk, yakni menurunkan kadar kolesterol-HDL plasma
yang dianggap sebagai faktor-pelindung
terhadap penyakit jantung-pembuluh. Atau, juga meningkatkan kolesterol-LDL yang
dianggap sebagai faktor risiko bagi PJP.
Sifat ini telah dipastikan pada diuretika
(kelompok thiazida dan klortalidon) dan pada beta-blockers, khususnya obat-obat yang tak kardioselektif atau
tak memiliki ISA.
2.2.1
Diuretik
Obat ini menghasilkan peningkatan
aliran urine (diuresis) dengan menghambat reabsorpsi natrium dan air dari
tubulus ginjal. Diuretik mempunyai efek antihipertensi dengan meningkatkan
pelepasan air dan garam natrium. Hal ini menyebabkan penurunan volum cairan dan
merendahkan tekanan darah.
Diuretik
yang meningkatkan ekskresi kalium di golongkan sebagai diuretik yang tidak
menahan kalium dan diuretik yang menahan kalium disebut diuretik hemat kalium.
Enam kategori diuretik yang efektif untuk menghilangkan air dan natrium adalah
1. Tiazid dan seperti-tiazid
2. Diuretik
kuat
3. Diuretik
hemat kalium
4. Penghambat
anhidrase karbonik
5. Diuretik
osmotik
6. Diuretik
mercurial
Penjelasan masing-masing obat di atas adalah ssebagai
berikut :
·
Diuretik Tiazid :
menghambat reabsorpsi
natrium dan klorida pada pars asendens
ansa Henle tebal, yang
menyebabkan diuresis
ringan. Suplemen kalium mungkin diperlukan karena efeknya yang boros kalium.
Macam-macam
obat diuretik
Tiazid :
1. Hidroklorotiazid
(misal Hydrodiuril)
Mekanisme
kerja : Berfungsi untuk menghambat reabsorbsi
natrium dan klorida dalam pars asenden ansa henle tebal dan awal tubulus
distal. Hilangnya K+, Na+,
dan Cl- menyebabkan peningkatan pengeluaran urine
3kali. Hilangnya natrium menyebabkan penurunanan GFR.
Indikasi
: obat awal yang ideal untuk hipertensi, edema
kronik, hiperkalsiuria idiopatik digunakan untuk menurunkan pengeluaran urine
pada diabetes insipidus (GFR rendah menyebabkan peningkatan reabsorbsi dalam
nefron proksimal, hanya berefek pada diet rendah-garam).
Kontraindikasi
: wanita hamil (kecuali jelas diindikasikan untuk
edema patologi). Anuria.
Dosis :
Awal: 12,5.
Maksimal:
25.
Frekuensi
pemberian: 1x.
Sediaan
: tablet 25mg; 50mg
Efek
samping : hipokalemia, hiponatremia,
hiperglikemia, hiperurisemia, hiperkalsemia, oliguria, anuria, kelemahan
penurunan aliran plasenta, alergi sulfonamide, gangguan saluran cerna.
·
Loop diuretik : lebih poten
dibanding tiazid dan harus digunakan dengan hati-hati untuk menghindari
dehidrasi. Obat-obat ini dapat menyebabkan hipoglikemia, sehingga kadar kalium
harus dipantau ketat.
Macam-macam
obat Loop diuretik :
1. Furosemid
(lasix)
Mekanisme
Kerja : Berfungsi untuk menghambat reabsorbsi
klorida dalam pars asenden ansa henle tebal. K+ banyak hilang ke dalam urine.
Indikasi
: diuretik yang dipilih untuk pasien dengan GFR
rendah dan kedaruratan hipertensi. Juga edema paru dan untuk mengeluarkan
banyak cairan. Kadangkala digunakan untuk menurunkan kadar kalium serum.
Kontraindikasi
: anuria, kekurangan elektrolit biasa.
Dosis :
- biasa: Awal: 20 (1x)
Maksimal:
80
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 40mg
-
Lepas lambat :
Awal: 30 (1x)
Maksimal: 60.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : kapsul 30mg
Efek
samping : hiponatremia, hipokalemia, dehidrasi,
hipotensi, hiperglikemia, hiperurisemia, hipokalsemia, ototoksisitas, alergi
sulfonamide, hipomagnesemia, alkalosis, hipokloremik, hipovolemia.
2. Asam
Etakrinat (ethacrynat)
Mekanisme kerja : -
Indikasi
: per oral untuk edema, IV untuk edema paru.
Kontraindikasi
: -
Efek
samping : paling ototoksi, lebih banyak gangguan
saluran cerna, kecil kemungkinan menyebabkan alkalosisseperti furosemid.
Dosis :
-
3. Bumetanit
(bumex)
Mekanisme
Kerja : Paling poten.
Indikasi
: per oral untuk edema, IV untuk edema paru.
Kontraindikasi
:
-
Efek
Samping : serupa dengan furosemid. Ototoksisitas
belum pernah dilaporkan. Dosis besar dapat menyebabkan mialgia berat.
Dosis :
-
·
Diuretik Hemat Kalium :
meningkatkan ekskresi natrium dan air sambil mennekan kalium. Obat-obat ini
dipasarkan dalam gabungan diuretik
boros-kalium untuk memperkecil ketidakseimbangan kalium.
Macam-macam
obat diuretik Hemat Kalium :
1. Amilorid (midamor)
Mekanisme kerja: secara langsung meningkatkan ekskresi Na+ dan menurunkan
sekresi K+ dalam tubulus kontortus distal.
Indikasi :
digunakan bersama diuretik lain karena efek hemat-K+ mengurangi efek
hipokalemik. Dapat mengoreksi alkalosis metabolik.
Kontaindikasi :
-
Dosis:
Awal: 5 (1x).
Maksimal:
10.
Frekuensi
pemberian: 1-2x.
Sediaan
: tablet 5 mg.
Efek samping :
hiperkalemi, kekurangan natrium atau air. Pasien dengan diabetes mellitus dapat
mengalami intoleransi glukosa.
2.
Spironolakton (mis. Aldactone)
Mekanisme kerja : antagonis aldosteron (aldosteron menyebabkan retensi Na+).
Juga memiliki kerja serupa dengan amilorid.
Indikasi :
digunakan dengan tiazid untuk edema (pada gagal jantung kongesif), sirosis, dan
sindrom nefrotik. Juga digunakan untuk mengobati atau mendiagnosis
hiperaldosteronisme
Kontraindikasi : anuria, insufisiensi ginjal berat, hiperkalemia. Hindari pada pasien
diabetes.
Dosis :
Awal: 25 (1x).
Maksimal:
100.
Frekuensi
pemberian: 1-2x.
Sediaan
: tablet 25mg; 100mg
Efek samping :
seperti amilorid. Juga menyebabkan ketidakseimbangan endokrin (jerawat, kulit
berminyak, hirsutisme, ginekomastia).
3.
Triamterin
(Dyrenium)
Mekanisme Kerja : secara lanngsung menghambat rabsorpsi Na+ serta sekresi K+
dan H+ dalam tubulus koligentis.
Indikasi :
tidak digunakan unuk hiperaldoteronisme. Lain-lain seperti spironolakton.
Kontraindikasi : -
Efek samping :
dapat menyebabkan urine mmenjadi biru dan menurunkan aliran darah ginjal.
Lain-lain seperti amilorid.
·
Diuretik osmotik : menarik air ke
urine, tanpa mengganggu sekresi atau absorpsi ion dalam ginjal.
Macam-macam
obat diuretik Osmotik :
1. Manitol (mis. Resectisol)
Mekanisme Kerja : secara osmotic menghambat reabsorpsi natrium dan air. Awalnya menaikkan
volume plasma dan tekanan darah.
Indikasi :
gagal ginjal akut, glaukoma sudut tertutup akut, edema otak, untuk
menghilangkan kelebihan dosis beberapa obat.
Kontraindikasi : gagal jantung, hipertensi, edema paru karena peningkatan sementara
tekanan darah.
Efek Samping :
sakit kepala, mual, muntah, menggigil, pusing, polidipsia, letargi, kebingungan
dan nyeri dada.
2.2.2 Antiadrenergik
Agonis
adrenergik meningkatkan tekanan darah dengan merangsang jantung (reseptor β1)
dan/atau membuat konstriksi pembuluh darah periver (reseptor α1).
Pada pasien hipertensi, efek adrenergik dapat ditekan dengan menghambat
pelepasan agonis adrenergik atau melakukan antagonisasi reseptor adrenergik.
Ø Penghambat pelepasan
adrenergik prasinaptik dibagi menjadi
antiadrenergik “sentral” dan “periver”. Antiadrenergik sentral mencegah aliran
keluar simoatis (adrenergik) dari otak dengan mengaktifkan reseptor α2
penghambat. Dengan mengurangi aliran keluar simpatis, obat- obat ini menguatkan
“dominan parasimpatis”. Jadi, efek-efek yang tak diinginkan menyerupai kerja
parasimpatis. Antiadrenergik periver mencegah pelesapsan norepinefrin dari
terminal saraf periver (mis. Yang terkhir di jantung) obat-obat ini
mengosongkan simpanan norepinefrin dalam terminal-terminal saraf.
Anti-adrenergi
sentral
1. Klonidin
(catapers)
Mekanisme kerja :
bekerja di otak sebagai agonis adrenergik-α2 yang menyebabkan
penurunan aktifitas sistem syaraf simpatis (penurunan frekuensi jantung, curah
jantung dan tekanan darah)
Indikasi :
hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi :
hipersensitifitas terhadap klonidin
Dosis : Awal: 0,075.
Maksimal: 0,6.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 0,75mg; 0,,15mg
Efek samping :
ruam, mengantuk, mulut kering, konstipasi, sakit kepala, gangguan ejakulasi.
Hipertensi balik bila dilakukan mendadak. Untuk membatasi toksisitas, mulai
dengan dosis rendah dan tingkatkan perlahan.
2. Metil
dopa (aldomet)
Mekanisme kerja :
seperti klonidin juga, disintesis menjadi metil norepi nefrin yang bekerja
sebagai “neurotransmiter palsu” simpatomimetik lemah yang menurunkan aliran
keluar simpatis dari SSP.
Indikasi :
seperti klonidin. Untuk mengobati hipertensi pada wanita hamil
Kontra indikasi :
jika terjadi tanda-tanda gagal jantung ( disebabkan retensi cairan akibat
aliran darah ginjal menurun), hentikan obat. Dikontra indikasikan untuk pasien
fungsi hepar buruk.
Dosis : Awal: 250.
Maksimal: 1000.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 125mg; 150mg
Efek samping :
mulut kering, sedasi, hipotensi ortostatik ringan. Beberapa pasien mengalami
impotensi, gangguan psikis, mimpi buruk, gerakan infoluntar, atau
hepatotoksisitas.
3. Guanabenz
(wytensin)
Mekanisme kerja :
seperti klonidin. Juga mengosongkan simpanan norepinefrin pada terminal syaraf
adrenergik perifer.
Indikasi :
hipertensi ringan sampai ringan
Kontra
indikasi : -
Dosis : Awal: 0,5.
Maksimal: 2.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 1mg
Efek samping :
mulut kering, segrasi, hipertensi balik lebih jarang.
Anti-adrenergik
perifer
1.
Reserpin (serpasil)
Mekanisme kerja :
sebagian mengosongkan simpanan katekolamin pada sistem syaraf perifer dan
mungkin pada SSP. Menurunkan resistensi perier total, frekuensi jantung, dan
curah jantung.
Indikasi :
jarang digunakan untuk hipertensi ringan sampai sedang. Tidak dianjurkan lagi pada
kelainan psikiatri
Kontra indikasi :
karena “dominan para simpatik”, dikontra indikasikan pada pasien dengan gagl
jantung kongestif, asma, bronkitis, penyakit ulkus peptikum. Pasien dengan
riwayat keluarga depresi.
Dosis : Awal: 0,05.
Maksimal: 0,25.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 0.1 mg; 0,25 mg
Efek samping :
“dominan parasimpatik”(bradikardi, diare, brankokonstriksi, peningkatan
sekresi), penurunan kontraktilitas dan curah jantung, hipotensi postural
(mengosongkan norepinefrin sehingga menghambat faso konstriksi ), ulkus
peptikum, sedasi dan depresi bunuh diri, gangguan ejakulasi, ginekomastia.
Resiko hiperten balik rendah karena durasi kerja lama.
2. Guanetidin
(esimel)
Mekanisme kerja : ditempatkan kedalam
ujung saraf adrengik. Awalnya melepaskan norepinetrin (meningkatkan tekanan
darah dan frekwensi jantung), lalu mengosongkan noretinefrin dari terminal dan
menggangu pelepasannya. Kemudian tidak terjadi refllek takikardi karena
kosongnya norepinamin.
Indikasi :
hipertensi berat jika obat lain gagal. Jarang digunakan.
Kontraindikasi :
pasien dengan fokromositoma akan mengalami hipertensi berat.
Dosis : Awal: 10.
Maksimal: 50.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 10 mg; 25 mg
Efek samping :
peningkatan awal frekwensi jantung dan tekanan darah (disebabkan pelepasan
norepinefrin). Hipotensi ortostatik dan saat istirahat. Brakikardi, menrunnya
curah jantung, dispnea pada pasien PPOM, kongesti hidung berat. Tidak ada
depresi (penetrasi SSP sedikit).
3. Guanadriel
(hylorel)
Mekaniosme kerja :
seperti guanetidin, tapi bekerja lebih cepat, melepaskan norepinefrin pada
awalnya (peningkatan sementara tekanan darah), dan mempunyai aktifitas SSP
sedikit.
Indikasi :
hipertensi ringan sampai sedang.
Kontra indikasi :
-
Dosis : Awal:10.
Maksimal: 50.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 10 mg; 25 mg
Efek samping :
seperti guanetidin, tetapi kurang berat.
4. Pargilin
(eutonyl)
Mekanisme kerja :
menghambat monoamin oksidase dalam saraf adrenergik. Menghambat pelepasan
norepinefrin.
Indikasi :
karena efek BERBAHAYA, obat ini merupakan obat anti hipertensi pilihan
terakhir.
Kontra indikasi :
karena pargilin meningkatkan aktifitas simpatis, berbahaya bila diberikan
simpatomimetik lansung atau antikolinergik dalam 2 minggu pargyline.
Dosis : -
Efek samping :
efek yang mengancam jiwa (stroke, frisis hipertensi, infark miokardial,
aritmia) dapat terjadi bila diminum bersama makanan (produk fermentasi, keju)
dan obat-obat (pil diet, obat-obat flu) yang mengandung simpatomimetik.
Ø Blockers alfa dan beta
bersaing dengan agonis endogen memperebutka reseptor adrenergik. Penempatan
reseptor α1 oleh antagonis menghambat vasekonstriksi dan penempatan reseptor β1
mencegah perangsangan adrenergik pada jantung.
Blockers
α1 atau β1
selektif sekarang menggantikan blocker β nonspesifik, karena efek yang tidak
diinginkan lebih sedikit. Beberapa blocker β memiliki aktivitas simpatomimetik
intriksi (bekerja sebagai agonis lemah pada beberapa reseptor adrenergik). Obat-obat
ini merangsang reseptor β2,
yang menurunkan kemungkinan timbaulnya hipertensi balik (reflek simpatis untuk
menurunkan tekanan darah). Reseptor β2
yang diaktifkan melebarkan arteri-arteri sentral besar yang menyimpan cadangan
darah.
Macam-macam bloker alfa dan beta :
1. Prazosin
(minipress)
Mekanisme kerja :
antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri maupun vena.
Indikasi :
hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.
Kontra indikasi
: -
Dosis : Awal: 0,5 (1x).
Maksimal: 4.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 1 mg; 2 mg
Efek samping :
hipotensi (hipotensi postural) pada pemberian pertama mendadak dan hebat.
Kekurangan natrium (sering akibat diet atau terapi diuretik pada pasien
hipertensi) memperburuk episode hipotensi. Juga bisa terjadi edema, mulut
kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk, disfungsi seksual dan letargi.
2. Terazosin
(Hytrin)
Mekanisme kerja :
antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri maupun vena.
Indikasi :
hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.
Kontra indikasi : -
Dosis : Awal: 1-2.
Maksimal: 4.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 1 mg; 2 mg
Efek samping :
hipotensi (hipotensi postural) pada pemberian pertama mendadak dan hebat.
Kekurangan natrium (sering akibat diet atau terapi diuretik pada pasien
hipertensi) memperburuk episode hipotensi. Juga bisa terjadi edema, mulut
kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk, disfungsi seksual dan letargi.
3. Doxazosin
(cardura)
Mekanisme kerja :
antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri maupun vena.
Indikasi :
hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.
Kontra indikasi :
-
Dosis : Awal: 1-2.
Maksimal: 4.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 1 mg; 2 mg
Efek samping :
hipotensi (hipotensi postural) pada pemberian pertama mendadak dan hebat.
Kekurangan natrium (sering akibat diet atau terapi diuretik pada pasien
hipertensi) memperburuk episode hipotensi. Juga bisa terjadi edema, mulut
kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk, disfungsi seksual dan letargi.
4. Labetalol
(mis. trandate)
Mekanisme kerja :
memblok α1, β1 dan β2. Mencapai tekanan darah yang lebih
rendah (α1) tanpa refeleks takikardi (blokade β1).
Indikasi :
hipertensi.
Kontr indikasi :
pada pasien dengan asma atau bradikardi efek.
Dosis : Awal: 100.
Maksimal: 300.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 100 mg
Efek samping :
lebih jauh menekan gagal jantung. Kelelahan, impoten, diare, mati rasa,
hipotensi ortostatik.
5. Atenolol
(tenormin)
Mekanisme kerja :
terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan frekwensi
jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi kurang
di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi :
terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi :
diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma,
emfisema.
Dosis : Awal: 25.
Maksimal: 100.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 50 mg; 100 mg
Efek samping :
lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.
6. Betaksolol
(kerlole)
Mekanisme kerja :
terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan frekwensi
jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi kurang
di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi :
terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi :
diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma,
emfisema.
Dosis : -
Efek samping :
lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.
7. Karteolol
(cartlol)
Mekanisme kerja :
terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan frekwensi
jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi kurang
di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi :
terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi :
diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma,
emfisema.
Dosis : Awal: 2,5.
Maksimal: 10.
Frekuensi pemberian: 2-3x.
Sediaan : tablet 5 mg
Efek samping :
lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.
8. Penbutolol
(levatol)
Mekanisme kerja :
terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan frekwensi
jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi kurang
di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi :
terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi :
diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma,
emfisema.
Dosis : -
Efek samping :
lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.
9. Metaprolol
(lopressor)
Mekanisme kerja :
terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan frekwensi
jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi kurang
di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi :
terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi :
diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma,
emfisema.
Dosis : - biasa : Awal: 50.
Maksimal: 200.
Frekuensi pemberian: 1-2x.
Sediaan : tablet 50 mg; 100 mg
-
Lepas lambat :
Awal: 100.
Maksimal: 200.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 100 mg
Efek samping :
lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.
10. Asebutolol
(sectral)
Mekanisme kerja :
mempunyai beberapa aktifitas sintatonimetik juga aktifitas pemblokan β1.
Indikasi :
terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi :
diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma,
emfisema.
Dosis : Awal: 200.
Maksimal: 800.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : kapsul 200 mg, tablet 400 mg
Efek samping :
lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.
11. Esmolol
(brevibloc)
Mekanisme kerja :
serupa dengan atenolol (tidak ada aktifitas simpatonimetik).
Indikasi :
kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.
Kontra indikasi :
diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma,
emfisema.
Dosis : -
Efek samping :
lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.
12.
Propanolol (mis.
Inderal)
Mekanisme kerja :
memblok reseptor adrenergik β1 dan β2. Menurunkan frekwensi jantung
dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Bronkokonstriksi melalui antagonisme
reseptor β2
Indikasi :
kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.
Kontra indikasi :
diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma,
emfisema.
Dosis : Awal: 40.
Maksimal: 160.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 10 mg, 40 mg
Efek samping :
hipertyensi sementara akibat antagonisme reseptor akibat antagonisme reseptor β2
(yang mendilatasi arteri besar) dan respons reflek terhadap penurunan
curah jantung, bronkospasme, lain-lain seperti atenolol.
13. Nadolol
(corgard)
Mekanisme kerja :
memblok reseptor adrenergik β1 dan β2. Menurunkan frekwensi jantung
dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Bronkokonstriksi melalui antagonisme
reseptor β2
Indikasi :
kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.
Kontra indikasi :
diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma,
emfisema.
Dosis : Awal: 20.
Maksimal: 160.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 40 mg, 80 mg
Efek samping :
hipertyensi sementara akibat antagonisme reseptor akibat antagonisme reseptor β2
(yang mendilatasi arteri besar) dan respons reflek terhadap penurunan
curah jantung, bronkospasme, lain-lain seperti atenolol.
14. Timolol
(blokadren)
Mekanisme kerja :
memblok reseptor adrenergik β1 dan β2. Menurunkan frekwensi jantung
dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Bronkokonstriksi melalui antagonisme
reseptor β2
Indikasi :
kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.
Kontra indikasi :
diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma,
emfisema.
Dosis : Awal: 20.
Maksimal: 40.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 10 mg, 20 mg
Efek samping :
hipertyensi sementara akibat antagonisme reseptor akibat antagonisme reseptor β2
(yang mendilatasi arteri besar) dan respons reflek terhadap penurunan
curah jantung, bronkospasme, lain-lain seperti atenolol.
15. Pindolol
(visken)
Mekanisme kerja :
mempunyai beberapa aktifitas simpatomimetik intrinsik juga aktifitas pemblokan
β1 dan β2.
Indikasi :
kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.
Kontra indikasi :
diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma,
emfisema.
Dosis : Awal: 5(1x).
Maksimal: 40.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 5 mg, 10 mg
Efek samping :
aktivitas simpatomimetik Intrinsik menurunkan kemungkinan hipertensi balik
(dengan mendilatasi arteri besar melalui β2). Atau bronkospasme.
2.2.3
Vasodilator
Tabel
terdahulu menyajikan obat-obatan yang menyebabkan fase dilatasi dengan memblok
vasokonstriksi yang di perantarai oleh a1. Vasedilatasi juga dapat diinduksi
dengan menghambat vasokonstriktor endogen lain atau dengan mengaktifkan jalur
vasodilatasi. Contoh vasodilator anatra lain:
Ø Penghambat angiotensin convertin enzyme
(ACE) menekan
sintesis angiotensis II, suatu vasokonstriktor poten. Selain itu, penghambat
ACE dapat menginduksi pembentukan vasodilator dalam tubuh.
Contoh obat:
1. Kaptopril (Capoten).
Mekanisme
kerja: Menghambat ACE pada paru-paru,
yang mengurangi sintesis vasokonstriktor, angiotensin II. Menekan aldosteron,
mengakibatkan natrioresis. Dapat merangsang produksi vasodilator (bradikinin,
prostaglandin).
Indikasi: Hipertensi.
Terutama berguna untuk hipertensi dengan rennin tinggi. Obat yang disuplai
untuk pasien hipertensi nefropati diabetic karena kadar glukosa tidak
dipengaruhi. Gagal jantung digunakan dengan diuretik digitalis.
Kontraindikasi : -
Dosis :
Awal: 25.
Maksimal:
100.
Frekuensi
pemberian: 2x.
Sediaan :
tablet 12,5mg; 25mg; 50mg
Efek samping: Semua penghambat ACE: dosis pertama
hipotensi, pusing, proteinuri, ruam, takikardi, sakit kepala. Kaptopril jarang
menyebabkan agranulosikosis atau neutropeni.
2. Lisinopril (missal: Prinivil).
Mekanisme
kerja : sama dengan kaptopril
Indikasi
: sama dengan kaptopril
Kontraindikasi
: sama dengan kaptopril
Dosis
: Awal: 5.
Maksimal:
20.
Frekuensi
pemberian: 1x.
Sediaan :
tablet 5mg; 10mg, 20mg
Efek samping :
sama dengan kaptopril.
3. Ramipril (Altase)
Benazepril
(Lotensin).
Fosinopril.
Mekanisme
kerja : sama dengan kaptopril
Indikasi
: sama dengan kaptopril
Kontraindikasi
: sama dengan kaptopril
Dosis
: Ramipril (Altase) : Awal: 1,25.
Maksimal: 5.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 1,25mg; 2,5mg, 5mg
Benazepril (Lotensin) : Awal: 10.
Maksimal:
20.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 10mg
Fosinopril. : Awal: 10.
Maksimal:
40.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 10mg
Efek samping :
sama dengan kaptopril.
4. Enalapril (Vasotec).
Mekanisme
Kerja : dikonversi menjadi asam enaloprilat yang bekerja seperti kaptopril.
Indikasi
: hipertensi ringan sampai berat dan hipertensi renovaskuler, gagal jantung
(diuretic dan digitalis).
Kontraindikasi
: -
Dosis
: Awal: 5.
Maksimal:
40.
Frekuensi
pemberian: 1-2x.
Sediaan :
tablet 5mg; 10mg
Efek Samping : -
Ø Blockers pintu masuk
kalsium mencegah influks kalsium kedalam sel-sel
otot dinding pembuluh darah. Otot polos memutuhkan influks kalsium ekstra sel
untuk kontraksinya. Blokade influk kalsium mencegah kontraksi, yang
menyenbabkan vasodilatasi. Otot polos juga menyebabkan propulsi pada saluran
cerna. Penghambatan propulsi oleh blockers saluran kalsium menyebabkab
konstipasi, efek samping yang tercapai pada terapi blockers saluran kalsium.
Otot jantung dan jaringan penghantar tergantung pada influks natrium cepat dan
influk kalsium lamabat melalui saluarn-saluran yang terpisah untuk
kontraksinya. Saluran kalsium lambat terutama penting pada nodus S-A dan A-V.
Blokade saluran-saluran ini memperlambat jantung. Kontraksi otot skelet
diinduksi oleh influks cepat natrium, yang memicu pelepasan kalsium dari
retikulim sarkoplasma. Karena sel-sel ini tidak membutuhkan kalsium ekstrasel
untuk kontraksinya, blockers saluran kalisum tidak mempengaruhi otot skelet.
Contoh Obat :
1.
Verapamil
(isopten)
Mekanisme
Kerja : memblok influks kalsium. Mendilatasi arteriol perifer, menurunkan beban
akhir. Memperlambat nodus A-V, mencegah irama reentrant, melindungi miokardium
selama iskemia singkat. Mempunyai aktivitas pemblokan adrenergik alfa.
Indikasi
: mengurangi frekuensi angina dan kebutuhan nitrat. Obat terpilih untuk
takikardi supraventrikular paroksismal akut. Memperlambat respon ventrikel
terhadap fibrilasi atrium. Hipertensi.
Kontraindikasi
: pasien dengan digitalis atau bloker B4. Blok nodus A-V, sick sinus sindrom,
syok kardiogenik, gagal jantung, hipotensi..
Dosis
: Awal: 80.
Maksimal:
320.
Frekuensi
pemberian: 2x.
Sediaan
: tablet 80 mg
Efek samping : konstipasi, hipotensi, bradikardi,
edema, gagal jantung kongestif, blok nodus A-V, gangguan saluran cerna, pusing.
2.
Diltiazen
(cardizem)
Mekanisme
Kerja : penurunan frekuensi jantung kurang nyata. Menurunkan beban akhir dengan
mendilatasi arteri perifer. Meningkatkan pasokan oksigen ke miokardium ddengan
mencegah spasme arteri koroner yang diindiksi saraf simpatis.
Indikasi
: mengurangi episode angina. Meningkatkan toleransi latihan anti-angina stable.
Juga digunakan sebagai anti hipertensi.
Kontraindikasi
: blok nodus A-V sick sinus sindrom, hipotensi serta kongesti paru.
Dosis
: - biasa : Awal: 90.
Maksimal:
360.
Frekuensi
pemberian: 3x.
Sediaan
: tablet 30mg, 60mg
-
Lepas lambat :
Awal: 180.
Maksimal:
360.
Frekuensi
pemberian: 2x.
Sediaan
: tablet 90mg, 180mg
Efek
samping : edema, sakit kepala, pusing, astenia, mual, ruam.
3.
Nifedipin
(Procardia)
Mekanisme
kerja : vasodilatasi perifer lebih poten. Sedikit depresi nodus. Tidak
mendilatasi arteri koroner. Menyebabkan reflek peningkatan frekuensi dan curah
jantung.
Indikasi
: angina stable dan vvarian, hipertensi.
Kontraindikasi
: hipotensi.
Dosis
: - biasa : Awal: 15.
Maksimal:
30.
Frekuensi
pemberian: 3x.
Sediaan
: tablet 5mg; 10mg
-
Retard : Awal:
20.
Maksimal:
40.
Frekuensi
pemberian: 2x.
Sediaan
: tablet 10mg, 20mg
-
Oros : Awal: 30.
Maksimal:
30.
Frekuensi
pemberian: 1x.
Sediaan
: tablet 30mg
Efek
samping : edema perifer , pusing, mual, hipotensi, infark miokard, reflek
takikardi edema paru.
4.
Nikardipin
(cardene)
Mekanisme
Kerja : serupa dengan nifedifin
Indikasi
: angina stable, kronik. Hipertensi.
Kontraindikasi
: hipotensi
Dosis
: - biasa : Awal: 60.
Maksimal:
120.
Frekuensi
pemberian: 3x.
Sediaan
: tablet 20mg
-
Lepas lambat :
Awal: 80.
Maksimal:
160.
Frekuensi
pemberian: 2x.
Sediaan
: kapsul 40mg
Efek
samping edema perifer, palpitasi,
angina, pusing, sakit kepala, kemerahan, astenia.
5.
Isradipin (dynacric)
Mekanisme
Kerja : secara selektif menghambat kontraksi otot polos vaskuler dan konduksi
nodus S-A dengan sedikit efek kontraktilitas jantung atau konduksi nodus A-V.
Indikasi
: angina hipertensi.
Kontraindikasi
: -
Dosis
: Awal: 2,5.
Maksimal:
10.
Frekuensi
pemberian: 2x.
Sediaan
: tablet 2,5mg
Efek
samping : takikardi, sakit kepala, edema perifer, dan kemerahan.
6.
Nimodipin
(nimotop)
Mekanisme
Kerja : bloker pintu masuk kalsium dengan efek paling besar pada vasodilatasi
arteri serebral.
Indikasi
: mengurangi kerusakan SSP yang disebabkan oleh vasospasme setelah perdarahan
subaraknoid.
Kontraindikasi
: -
Efek
samping : karsinogenik dan teratogenik pada hewan percobaan. Paling sering
sakit kepala dan diare.
7.
Bepridil
(vascor)
Mekanisme
kerja : sedikit vasodilatasi. Mengurangi frekuensi dan kontraktilitas.
Memperlambat konduksi.
Indikasi
: angina, bila obat lain gagal. Tidak diindikasikan untuk hipertensi.
Kontraindikasi
: pernah aritmia ventrikel.
Dosis
: -
Efek
samping : takikardi, ventrikel, aritmia, sakit kepala, mual, pusing.
8.
Felodipin
(plendil)
Mekanisme
Kerja : cakupan efek masih diteliti.
Indikasi
: hipertensi.
Kontraindikasi
: -
Dosis
: Awal: 5.
Maksimal:
10.
Frekuensi
pemberian: 1x.
Sediaan
: tablet 5mg; 10mg
Efek
samping : edema perifer, kemerahan, sakit kepala, pusing.
Ø Vasodilator langsung merelaksasi
sel-sel otot polos yang mengelilingi pembuluh darah dengan mekanisme yang belum
jelas, tetapi mungkin melibatkan pembentukan nitrik oksida oleh indotel
vaskular.
bagus mbaa hehe.. isi dan desainblognya bagus saya masih belajar ini url blog saya mba http://hasbasmuhammad.blogspot.co.id/
BalasHapussilahkn tgglkn commnt ya mbaa. salam..hasbas.
Bagus dan lengkap makalah nya, tp tdk ad daftar pustaka nya :( :( :(
BalasHapusLucky Club Casino Site - luckyclub.live
BalasHapusLucky Club is a leading online casino powered by Lucky Club, Play exciting slots for fun, compete in tournaments, luckyclub win big prizes! Rating: 8.6/10 · Review by LuckyClub.org