Belajar yang rajin, Bekerja, Berkarya, dan Bermanfaat untuk sesama! Percayalah, tidak ada hal yang sia-sia. Semoga Tuhan memudahkan jalan kita dalam menuntut dan mengamalkan ilmu. Aamiin... :D

Kamis, 12 Juli 2012

MAKALAH HIV/AIDS


HIV/AIDS





 



Pembimbing dr. Ekawati Sutikno, MM





INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PRODI D-III KEBIDANAN
2011





HIV/AIDS

Disusun untuk memenuhi tugas Kesehatan Reproduksi






Oleh:
1.         Aini Latifa A.                         30710001
2.         Dika Yanuar F.                       30710008
3.         Gita Dewi                               30710014
4.         Tri Widayanti                          30710035



INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PRODI D-III KEBIDANAN
2011



KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat, dan anugerah-Nya kami dapat menyusun Makalah ini dengan judul “HIV/AIDS” yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Reproduksi yang diberikan oleh dr. Ekawati Sutikno, MM.
Tidak sedikit kesulitan yang kami alami dalam proses penyusunan makalah ini. Namun berkat dorongan dan bantuan dari semua pihak yang terkait, baik secara moril maupun materil, akhirnya kesulitan tersebut dapat diatasi. Tidak lupa pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen yang telah membimbing kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa untuk meningkatkan kualitas makalah ini kami membutuhkan kritik dan saran demi perbaikan makalah di waktu yang akan datang. Akhir kata, besar harapan kami agar makalah ini bermanfaat bagi kita semua.


Kediri, April 2011


Penyusun.





DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2  Tujuan................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Human Immunodeficiency Virus (HIV)............................................................ 3
2.2 Deskripsi Penyakit............................................................................................. 4
2.3 Deskripsi Epidemiologi...................................................................................... 5
2.4 Mekanisme dan Cara Transmisi......................................................................... 6
2.5 Perjalanan Penyakit............................................................................................ 9
2.6 Aspek Imunitas................................................................................................... 13
2.7 Aspek Psikososial................................................................................................ 14
2.8 Pencegahan dan Pengendalian............................................................................. 14
2.9 Pengobatan/ Treatment dan Immunisasi/Pemberian Vaksin................................ 20
BAB III
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………..…. 23
3.2 Saran…………………………………………………………………………...... 24
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..…… 25



DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Virus HIV……………………………………………………. 3
Gambar 2.5 Perkembangan dari HIV menjadi AIDS………………………………. 10
Gambar 2.8 Pencegahan Primer…………………………………………………….. 18
Gambar 2.9 Contoh Infeksi Sekunder………………………………………….…… 21





DAFTAR TABEL
Tabel 2.4 Pola Transmisi AIDS…………………………………………………………. 8
Tabel 2.5.a Klasifikasi klinis CD4 pada pasien remaja dan
orang dewasa menurut CDC (Depkes, 2003)……………………………………..…….. 9
Tabel 2.5.b Empat Tahap Derajat Infeksi HIV………………………………………..… 11
Tabel 2.5.c Klasifikasi klinis Infeksi HIV menurut WHO (Depkes, 2003)………..……. 11







BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Kesehatan mempunyai peranan besar dalam meningkatkan derajat hidup masyarakat, maka semua negara berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya. Pelayanan kesehatan ini berarti setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dam mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan perseorangan, kelompok, ataupun masyarakat.
HIV/AIDS merupakan salah satu topik yang sangat diperlukan dalam bidang kesehatan dalam suatu masyarakat, serta merupakan kajian studi yang sangat menarik untuk dipelajari dalam dunia pendidikan.
Adanya perilaku menyimpang masyarakat mulai dari pekerja seks komersial, homo seksual, dan penggunaan narkoba suntik yang saling bergantian sangat memengaruhi meningkatnya penyebaran HIV/AIDS. Adanya pola transmisi yang berkembang selain hanya transmisi seksual, transmisi non seksual melalui mekanisme transmisi parenteral dan transmisi transplasental (dari ibu kepada janinnya) menjadi ancaman baru yang melahirkan korban yang tidak berdosa.
Pada saat ini, Indonesia tengah menghadapi memburuknya situasi epidemi HIV/AIDS. Sejak tahun 1999 di beberapa tempat telah menjadi concentrated level of epidemic. Bahkan dibeberapa provinsi seperti DKI Jakarta, Papua, Riau, Bali, Jabar dan Jatim adalah tempat epidemi penduduk yang berperilaku resiko tinggi tertular HIV secara seksual atau NAPZA suntik.
Untuk itu, makalah ini dibuat dengan harapan kita sebagai mahasiswa yang nantinya akan menjadi tenaga kesehatan dapat peka terhadap masalah-masalah penyakit yang terdapat dalam masyarakat, terutama HIV/AIDS. Dengan mengetahui penyebabnya, cara penularannya, gejala-gejala, serta cara pencegahannya, kita dapat dengan segera mengenali penyakit ini, dan dapat dengan segera merencanakan tindakan selanjutnya, sehinnga diharap dapat mengurangi penderita HIV/AIDS di Indonesia.

1.2  Tujuan
a)         Tujuan Umum
1.      Sebagai media informasi bagi masyarakat umum.
2.      Digunakan sebagai inventaris perpustakaan.
3.      Bahan bacaan untuk keluarga ataupun masyarakat umum.
b)         Tujuan Khusus
1.      Bahan pertimbangan bagi tenaga kesehatan mengenai tindakan yang akan dilakukan untuk menangani penyakit HIV/AIDS.
2.      Mahasiswa dapat peka mengenali penyakit yang terdapat disekitarnya, terutama penyakit HIV/AIDS, dengan mengetahui tanda-tanda serta gejalanya.
3.      Masyarakat ataupun tenaga kesehatan dapat melakukan tindakan pencegahan, untuk mengurangi persebaran penyakit AIDS di Indonesia.








BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Virus HIV termasuk virus ss RNA positif yang berkapsul, dari famili Retroviridae. Diameternya sekitar 100 nm dan mengandung dua salinan genom RNA yang dilapisi oleh protein nukleokapsid. Pada permukaan kapsul virus terdapat glikoprotein transmembran gp41 dan glikoprotein permukaan gp120. Di antara nukleokapsid dan kapsul virus terdapat matriks protein. Selain itu juga terdapat tiga protein spesifik untuk virus HIV, yaitu enzim reverse transkriptase (RT), protease (PR), dan integrase (IN). Enzim RT merupakan DNA polimerase yang khas untuk retrovirus, yang mampu mengubah genom RNA menjadi salinan rantai ganda DNA yang selanjutnya diintegrasikan pada DNA sel pejamu. Retrovirus juga memiliki sejumlah gen spesifik sesuai dengan spesies virusnya, antara lain gag (fungsi struktural virus), pol (fungsi struktural dan sintesis DNA), serta env (untuk fusi kapsul virus dengan membran plasma sel pejamu). (Wordpress.com)
Gambar 2.1 Struktur Virus HIV
Replikasi retrovirus berbeda dengan virus RNA lainnya. Segera setelah inti virus memasuki sitoplasma sel yang terinfeksi, RNA disalin ke DNA rantai ganda dengan RT. Penyalinan dimungkinkan oleh aktivitas RNAse H dari RT, sehingga rantai RNA dapat dipecah menjadi campuran DNA (-) dan RNA (+). Baru kemudian campuran ini berubah menjadi molekul DNA rantai ganda. DNA hasil salinan akan memasuki inti sel yang terinfeksi dan menyatu dengan kromosom sel pejamu. Provirus (gen virus spesifik) juga ikut mengalami penyatuan dengan kromosom sel yang terinfeksi. Integrasi ini dimungkinkan dengan adanya sisipan rantai pengulangan yang disebut long terminal repeats (LTR) pada ujung-ujung salinan genom RNA. Rantai LTR ini memuat informasi sinyal yang diperlukan untuk transkripsi provirus oleh RNA polimerase dari pejamu. Selain itu juga protein integrase berperan dalam proses ini. Setelah DNA pejamu terintegrasi dengan materi genetik virus, akan terjadi proses transkripsi yang menghasilkan satu rantai genom RNA yang utuh dan satu atau beberapa mRNA. mRNA yang dihasilkan ini mengkode protein regulator virus. (Wordpress.com)
2.2 Deskripsi Penyakit
Penyakit ini pertama kali muncul di Afrika, Haiti, Amerika Serikat pada tahun 1978. Pada tahun 1979  pertama kali dilaporkan adanya kasus-kasus sarcoma, kaposi, dan penyakit-penyakit infeksi yang jarang terjadi di Eropa. Penyakit ini menyerang orang-orang di Afrika yang bermukim di Eropa. Sampai saat itu belum disadari oleh para ilmuan bahwa kasus-kasus tersebut adalah kasus AIDS. Pada tahun 1981 Amerika Serikat melaporkan kasus sarcoma, kaposi, dan penyakit infeksi yang jarang terjadi di kalangan homoseksual. Hal ini menimbulkan dugaan yang kuat bahwa transmisi penyakit ini terjadi melalui hubungan seksual. Namun pada tahun 1982-1983 mulai diketehaui adanya transmisi di luar jalur hubungan seksual yaitu melalui transfusi darah penggunaan jarum suntik secara bersama oleh para penyalah guna narkotika suntik.(Wiku Adisasmito, 2010)
HIV( Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.Virus HIV akan masuk dalam sel darah putih dan merusaknya, sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi akan menurun jumlahnya. Akibatnya sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan penderita mudah terkena berbagai penyakit. Kondisi ini disebut AIDS. (Yani Widyastuti dkk, 2009)
AIDS(Acquired Immuno Deficiency Syndrome) atau sindrom penurunan kekebalan yang didapatkan adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul karena rendahnya daya tahan tubuh. Pada awalnya penderita HIV positif sering menampakkan gejala sampai bertahun-tahun(5-10 tahun). Banyak faktor yang mempengaruhi panjang pendeknya masa tanpa gejala ini, namun pada masa ini penderita dapat menularkan penyakitnya pada orang lain. Sekitar 89% penderita HIV akan berkembang menjadi AIDS. Semakin lama penderita akan semakin lemah dan akhirnya akan berakhir dengan kematian, karena saat ini belum ditemukan obat untuk mencegah atau menyembuhkan HIV/AIDS. (Yani Widyastuti dkk, 2009)
Hal-hal yang perlu diketahui tentang HIV/AIDS :
a)      virus HIV masuk ke dalam tubuh, virus tersebut akan mewnetap dalam tubuh untuk selamanya.
b)      Virus HIV hidup dalam darah, air mani, cairan dalam jalan lahir, dan cairan tubuh Sekali lainnya.
c)      Sebagian besar infeksi HIV ditularkan melalui hubungan seksual, disamping penularan melalui jarum suntik dan transfusi darah serta penularan dari ibu kepada janinnya.
d)     HIV tidak hanya menular pada kaum homoseksual.
e)      Perempuan lima kali lebih mudah tertular HIV/AIDS dari pada laki-laki, karena bentuk alat kelamin perempuan lebih luas permukannya sehingga mudah terpapar oleh cairan mani yang tinggal lebih lama dalam tubuh.
f)       Permukaan pada saluran kelamin memudahkan masuknya virus HIV.
g)      Hubungan seks melalui anus lebih beresiko dalam penularan dari pada cara hubungan seks lainnya, karena jaringan anus lebih lembut.
h)      Kekerasan seksual atau hubungan seksual dengan gadis remaja lebih memudahkan terjadinya penularan. (Yani Widyastuti dkk, 2009)
2.3 Deskripsi Epidemiologi
AIDS atau SIDA ( Syndrom Imuno Defisiensi Akuisita) adalah suatu penyakit yang dengan cepat telah menyebar ke seluruh dunia ( pandemik). Saat ini diperkirakan ada 5-10juta orang mengidap HIV yang belum menunjukkan gejala apapun, tetapi potensial sebagai sumber penularan. Disamping itu, telah dilaporkan adanya kurang lebih 100.000 orang penderita AIDS dan 300.000-500.000 orang penderita ARC ( AIDS Related Complex). Sampai dengan bulan Meret 1989 kasus AIDS telah dilaporkan 141.000 kasus ke-WHO oleh 145 negara. (Wiku Adisasmito, 2010)
AIDS adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya karena mempunyai Case Fatality Rate 100% dalam lima tahun setelah diagnosis AIDS ditegakkan, semua penderita akan meninggal. Pada populasi normal Aadult Mortality Rate adalah 50/10.000, bila sero prevalensi infeksi HIV adalah 10%, maka dalam 5 tahun mendatang Adult Mortality Rate ini akan meningkat dua kalinya menjadi 100/100.000. (Wiku Adisasmito, 2010)
2.4 Mekanisme dan Cara Transmisi
Ada lima unsur yang perlu diperhatikan pada transmisi suatu penyakit menular, yaitu sumber penyakit, vehikulum yang membawa, agent penyakit, host yang rentan, adanya tempat keluar, adanya tempat masuk (port d entrée). (Wiku Adisasmito, 2010)
HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel limfosit T dan sel otak sebagai organ sasarannya. HIV sangat lemah dan mudah mati di luar tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa HIV ini keluar tubuh adalah berbagai cairan tubuh, tetapi yang terbukti dalam epidemiologi hanya semen, caran vagina atau serviks dan darah. Selain itu, HIV telah dapat diisolasikan dari air susu ibu, airmata, air liur atau saliva yang semuanya tidak terbukti dapat menularkan HIV. Pola transmisi yang berhubungan dengan unsur tempat keluar dan masuknya agent adalah sebagai berikut (Wiku Adisasmito, 2010);
1)      Transmisi seksual yang berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serviks.
Cara hubungan seksual ano-genital merupakan perilaku seksual dengan resiko tertinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasiv menerima ejakulasi semen dari seorang pengidap HIV. Mukosa rektum sangat tipis dan mudah sekali mengalami perlukaan saat berhubungan seksual secara ano-genital. Resiko ini bertambah bila terjadi perlukaan dengan tangan (fisting) pada anus/rektum.
Tingkat resiko kedua adalah hubungan oro-genital termasuk menelan semen dari mitra seksual mengidap HIV. Tingkat resiko ketiga adalah hubungan genito-genital/heteroseksual. (Wiku Adisasmito, 2010)
2)      Transmisi nonseksual yang berhubungan dengan darah yaitu transmisi parenteral dan transmisi transplasental ( dari ibu kepada janinnya)
Transmisi perenteral yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya seperti alat tindik yang terkontaminasi HIV. Di beberapa negara khususnya Thailand untuk negara berkembang cara transmisi ini terutama terjadi pada penyalahgunaan narkotika suintik. Di negara berkembang lainnya cara transmisi ini terjadi melalui jarum suntik yang dipakai untuk banyak orang oleh petugas kesehatan. Resiko tertular lewat cara transmisi parenteral ini kurang dari 1%. Dari data-data CDC-NIH (centers for disease control dan national institute of health) Amerika Serikat, hanya 4 orang tertular HIV dari 973 orang yang tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi HIV. Transmisi parenteral lainnya adalah lewat donor atau transfusi darah yang mengandung HIV.  (Wiku Adisasmito, 2010)
Transmisi transplasental, yaitu transmisi dari ibu kepada janinnya saat hamil atau dapat juga terjadi saat melahirkan anak. Resiko cara transmisi ini 50%, yaitu bila seorang ibu mengidap HIV melahirkan anak, maka kemungkinan anak itu tertular HIV. Transmisi lewat air susu ibu masih menjadi bahan perdebatan para pakar AIDS. Transmisi melalui transplantasi alat tubuh atau bagian-bagian alat tubuh juga termasuk transmisi nonseksual ini. (Wiku Adisasmito, 2010)
3)      Transmisi yang belum terbukti
·         Transmisi lewat air susu ibu; Hiv teelah dapat diisolasi dari air susu ibu tiga orang pengidap HIV. Banyak laporan ibu-ibu pengidap HIV yang menyusui bayinya, tetapi tidak menularkan HIV pada bayinya sehingga dapat disimpulkan bahwa transmisi lewat air susu ibu belum dapat dibuktikan dengan pasti.
·         Transmisi lewat saliva/air liur;HIV dapat diisolasi dari saliva pengidap HIV. Transmisi lewat jalan ini mungkin dapat terjadi saat melakukan ciuman yang mengakibatkan perlukaan mukosa mulut.
·         Transmisi lewat air mata; HIV dapat diisolasi dari air mata maupun kontak lensa pengidap HIV. Penularan kepada petugas kesehatan/ Dokter ahli mata belum terbukti dapat terjadi.
·         Transmisi lewat urine; HIV dapat diisolasi dalam konsentrasi rendah pada urine dan juga tidak terbukti dapat menularkan HIV.
·         Transmisi lewat hubungan sosial dan pada orang serumah dan bukan mitra seksual tidak terbukti penularan HIV.
Transmisi lewat gigitan serangga; secara teoritis transmisi ini dapat terjadi melalui transmisi biologis dengan adanya perkembangbiakan HIV didalam tubuh serangga/dengan cara transmisi mekanis. Berdasarkan penelitian tidak terbukti penularan melalui serangga,HIV tidak dapat hidup pada tubuh serangga, pada percobaan melalui serangga kutu busuk dan nyamuk. (Wiku Adisasmito, 2010)
Tabel 2.4 Pola Transmisi AIDS                   
Pola
Seksual
Darah
Ibu-anak
Negara
I
Homo +++
Hetero +
Penyalahgunaan narkoba suntik
Jarang karena heteroseksual sedikit
Amerika Utara, Eropa Barat, Australia, New Zealand, Amerika Latin
II
Hetero +++
Transfusi jarum suntik
Banyak
Afrika Sub-Sahara, Karibia
III
Insidens rendah hubungan seksual dengan orang asing. Transmisi dengan orang senegara
Komponen darah.

Penyalahgunaan narkotika suntik
Sangat jarang karena insidens masih rendah
Eropa Timur, Afrika Utara, Timur Tengah, Asia, dan Pasifik.
Catatan : (+) menyatakan jumlah secara gradual

2.5. Perjalanan Penyakit
Perjalanan HIV/AIDS dibagi dalam dua fase :
1)      Fase Infeksi Awal
Pada proses awal infeksi(immunokompeten) akan terjadi respon imun berupa peningkatan aktivasi imun, yaitu pada tingkat seluler(HLA-DR;sel-T;IL-2R) serum atau humoral(beta 2 mikroglobulin, neopterin, CD8, IL-R) dan antibodi apregulation(gp120, antip24;igA) (kam, 1996) induksi sel T-helper dan sel-sel lain diperlukan untuk mempertahankan fungsi sel-sel faktor sistem imun agar tetaap berfungsi dengan baik. Infeksi HIV akan menghancurkan sel-T, sehingga T-helper tidak dapat memberikan induksi kepada sel-sel efektor sistem imun. Dengan tidak adanya T-helper sel-sel efektor sistem imun seperti T8 sitotoksik, sel NK, monosit dan sel B tidak dapat berfungsi dengan baik. Daya taha tubuh menurun sehingga pasien jatuh ke dalam stadium lebih lanjut. (Dr. Nursalam,dkk; 2005)
2)      Fase Infeksi Lanjut
Fase ini disebut dengan imunnodefisien, karena dalam serum pasien yang terinfeksi HIV ditemukan adanya supresif berupa antibodi terhadap proliferasi sel-T. Adanya supresif pada proliferasi sel-T tersebut dapat menekan sintesis dan sekresi limfokin, sehingga sel-T tidak mampu memberikan respon terhadap mitogen dan terjadi disfungsi imun yang ditandai dengan penurunan kadar CD4+, sitokin(IFNc;IL2;IL6), antibodi down regulation(gp120;antip24, TNFa, dan antinef.
(Dr. Nursalam,dkk; 2005).
Tabel 2.5.a Klasifikasi klinis CD4 pada pasien remaja dan orang dewasa menurut CDC (Depkes, 2003)
CD4
Kategori Klinis
Total
%
A
(Asimtomatis, Infeksi Akut)
B
(Simtomatis)
C
(AIDS)
≥ 500/ml
≥ 29%
A1
B1
C1
200-499
14-28%
A2
B2
C2
< 200
< 14%
A3
B3
C3

Pembagian stadium :
1)      Stadium  Pertama:HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti dengan terjadinya perubahan serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk kedalam tubuh sampai test antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut dengan window period. Lama window period adalah antara 1-3 bulan bahkan ada yang dapat berlangsung sampai 6 bulan.
2)      Stadium Kedua:Asimptomatis (tanpa gejala)
Asimptomatik berarti bahwa didalam organ tubuh terdapat HIV, tetapi tidak menunjukkan gejala apapun. Keadaan ini dapat berlangsung rata-rata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.
3)      Stadium Ketiga:Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persistent Generalized Lympadenopathy)
Hal ini tidak hanya muncul pada satu tempat saja dan berlangsung lebih dari 1 bulan.
4)      Stadium Keempat:AIDS
Keadaan ini disertai dengan adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit saraf, dan penyakit infeksi sekunder.
(Dr. Nursalam,dkk; 2005)

Gejala klinis pada stadium AIDS dibagi antara lain:
·         Gejala utama/ mayor:
a.       Demam berkepanjangan lebih dari tiga bulan.
b.      Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus.
c.       Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam tiga bulan.
·         Gejala minor:
a.       Betuk kronis selama lebih dari satu bulan.
b.      Infeksi pad mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh jamur Candida albicons
c.       Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap diseluruh tubuh.
d.      Munculnya harpes zorter berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.
Tabel 2.5.b Empat Tahap Derajat Infeksi HIV
Fase
Derajat
1
Infeksi HIV primer
2
HIV dengan defisiensi imun dini (CD4+ >500/ul)
3
Adanya HIV dengan defisiensi imun yang sedang (CD4+: 200- 500/ul)
4
HIV dengan defisiensi imun yang berat (CD4+ <200/ul) disebut dengan AIDS. Sehingga menurut CDC Amerika (1993), pasien masuk dalam kategori AIDS bila CD4+ <200/ul.

Tabel 2.5.c Klasifikasi klinis Infeksi HIV menurut WHO (Depkes, 2003)
Stadium
Gambaran Klinis
Skala Aktivitas
I
1.      Asimptomatis
2.      Limfadenopati generalisata
Asimptomatis, aktivitas normal
II
3.      Berat badan menurun
< 10%
4.      Kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti, dermatitis seburoik, prurigo, onikomikosis, ulkus oral yang rekuren, dan kheilitis angularis
5.      Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
6.      Infeksi saluran nafas bagian atas seperti, sinusistis bakterialis
Simptomatis, aktivitas normal
III
7.      Berat badan menurun > 10%
8.      Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
9.      Demam yang berkepanjangan lebih dari 1 bulan
10.  Kandidiasis orofaringeal
11.  Oral hairy leukoplakia
12.  TB Paru dalam tahun terakhir
13.  Infeksi bacterial yang berat seperti pnemonia, piomiositis
Pada umumnya lemah, aktivitas ditempat tidur kurang dari 50%
IV
14.  HIV wasting syndrome seperti yang didefinisikan oleh CDC
15.  Pneumonia Pneumocystis Carinii
16.  Taxoplasmosis otak
17.  Diare kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan
18.  Kriptokokosis ekstrapulmonal
19.  Retinitis virus sitomegalo
20.  Herpes simpleks mukokutan > 1bulan
21.  Leukoensefalopati multifokal progresif
22.  Mikosis diseminata seperti histoplasmosis
23.  Kandidiasis di esophagus, trakea, bronkus, dan paru
24.  Mikobakteriosis atipika diseminata
25.  Septisemia salmonelosis nontifoid
26.  Tuberkulosis di luar paru
27.  Limfoma
28.  Sarkoma kaposi
29.  Ensephalopati HIV
Pada umumnya sangat lemah, aktivitas di tempat tidur lebih dari 50%
                                                                                                                                 
2.6 Aspek Imunitas
Secara imunologis, sel T yang terdiri dari limfosit T-helper yang disebut limfosit CD4+ akan mengalami perubahan baik secara kwalitas maupun kualitas. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T (toxic HIV). Secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp 120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian menghambat aktivitas sel yang mempresentasikan antigen (APC). Setelah HIV melekat melalui reseptor CD4+ dan co-reseptornya, bagian sampul tersebut melakukan fusi dengan membran sel dan bagian intinya masuk kedalam membaran. Pada bagian inti terdapat enzim reverse transcripatase yang terdiri dari DNA polinerase dan ribonuclease. Pada inti yang mengandung RNA, enzim DNA polomerase menyusun kopi DNA dari RNA tersebut, sementara enzim Ribonuclease memusnahkan RNA asli. Enzim pilimerase kemudian membentuk kopi DNA ke dua dari DNA pertama yang tersusun sebagai cetakan(Stewart, 1997; Baratawidjaja, 2000).
Kode genetik DNA berupa untai ganda setelah terbentuk akan masuk ke inti sel. Kemudian oleh enzim integrase,DNA copi dari virus disisipkan dalam DNA pasien. HIV provirus yang berada pada limfosit CD4+  kemudian  bereplikasi, sehingga menyebabkan sel limfosit CD4 mengalami sitolisis. (Dr. Nursalam,dkk; 2005)

Virus HIV yang telah berhasil masuk dalam tubuh pasien juga menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel mikroglia diotak, sel-sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfe, sel-sel epitel pada usus, dan sel langerhans dikulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia diotak adalah encepalopati, sementara pada sel epitel usus adalah diare yang kronis (Stewart, 1997).
Gejala-gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi tersebut biasanya baru disadari oleh pasien setelah beberapa waktu lamanya tidak mengalami kesungguhan. Pasien yang terinfeksi virus HIV dapat tidak memperlihatkan tanda dan gejala selama bertahun – tahun. Sepanjang perjalanan penyakit tersebut, sel CD4+ mengalami penurunan jumlahnya dari 1000 / ul sebelum terinfeksi menjadi sekitar 200 – 300/ul setelah terinfeksi selama 2-10 tahun. (Dr. Nursalam,dkk; 2005)
2.7 Aspek Psikososial
Aspek psikososial menurut Stewart (1997) dibedakan menjadi 3 aspek yaitu:
1.      Stigma sosial yang memperparah depresi dan pandangan yang negatif tentang harga diri pasien dan keluarga.
2.      Diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV, misalnya, penolakan untuk bekerja dan hidup serumah, juga akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan. Bagi pasien yang homoseksual, penggunaan obat-obat narkotika akan berakibat terhadap kurangnya dukungan sosial. Hal ini akan memperparah ster pasien.
3.      Respon psikologis yang memerlukan waktu yang lama,mulai dari penolakan, marah-marah, tawar-menawar dan depresi berakibat terhadap keterlambatan upaya pencegahan dan pengobatan. Pasien akhirya mengonsumsi obat-obat terlarang untuk menghilangkan stres yang dialami.
2.8 Pencegahan dan Pengendalian
A. Program Nasional Pencegahan dan Pemberantasan AIDS
Sesuai dengan himbauan WHO/GPA yang diperkuat oleh keputusan sidang WHA yang ke-40 di Jenewa (Mei 1987), yang menyatakan bahwa setiap negara anggota perlu melaksanakan Program Nasional Pencegahan dan Pemberantasan AIDS. Maka sejak beberapa tahun yang lalu Indonesia telah ikut serta dalam program ini. Pemerintah (Depkes RI) menyadari bahwa Indonesia adalah negara terbuka untuk lalu lintas orang asing terutama wisatawan sehingga kemungkinan masuknya AIDS ke Indonesia tidak dapat dihindari. Oleh karena itu pemerintah selalu siap dan waspada terhadap kemungkinan tersebut. Sejak bulan Juni 1988, Depkes telah menandatangani persetujuan bantuan dari WHO/GPA untuk melaksanakan kegiatan rencana jangka pendek (SPT) yang diantaranya peningkatan fasilitas laboraturium beberapa provinsi di Indonesia. (Wiku Adisasmito, 2010)
B.     Kebijakan Pemerintah dalam Program Pencegahan dan Pemberantasan AIDS
¨  Kebijakan Umum
1.        Penanggulangan AIDS dilakukan secara terpadu baik lintas program maupun lintas sektoral, sesuai dengan tugas dan wewenang serta fungsi unit tersebut dalam kaitannya dengan AIDS.
2.        Tidak perlu resah, bersikaplah terbuka tetapi selalu waspada.
3.        Menempatkan masalah AIDS pada proporsi yang wajar sebagai masalah kesehatan penyakit biasa.
4.        AIDS tidak dikhususkan dalam pemberantasannya, tetapi tetap ditangani oleh unit sistem pelayanan keshatan yang sudah ada.

¨ Kebijakan Khusus
1.        Dalam upaya mendiagnosis AIDS di Indonesia digunakan defisiensi menurut kriteria WHO?CDC Atlanta ditunjang dengan pemeriksaan laboraturium (tes ELISA yang dikonfirmasi dengan tes western blot).
2.        Pemeriksaan antibodi terhadap infeksi virus HIV untuk skrining donor darah belum dianggap perlu sampai saat ini.
3.        Produk darah yang diimpor maupun yang dibuat di dalam negeri harus memenuhi persyaratan bebas AIDS.
4.        Interpretasi terhadap hasil ELISA positif dilakukan dengan hati-hati. Konseling hanya dilakukan bila konfirmasi dengan tes westwrn blot positif.
5.        Kerahasiaan pribadi penderita AIDS harus dipegang teguh.
6.        Pendidikan atau penyuluhan kesehatan merupakan upaya terpenting saat ini dalam rangka pencegahan dan pemberantasan AIDS.
C.     Strategi Pencegahan dan Pemberantasan AIDS
1.    Pencegahan Penularan Melalui Hubungan Seksual
Penularan infeksi HIV melalui hubungan seksual merupakan yang paling banyak terjadi. Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual memerlukan pendidikan dan penyuluhan yang intensif dan ditujukan untuk mengubah perilaku seksual masyarakat tertentu sedemikian rupa sehingga mengurangi kemungkinan penularan HIV sehingga pencegahan AIDS perlu difokuskan pada hubungan seksual. Dalam rangka ini dianjurkan 3 hal yang berkaitan dengan perilaku sehat
1.      Mengadakan hubungan seksual dengan jumlah pasangan yang terbatas.  Dengan membatasi pasangan seksual maka resiko terinfeksi HIV juga akan berkurang.
2.      Memilih pasangan seksual yang mempunyai resiko rendah terhadap infeksi HIV.
3.      Mempraktikkan protectivesex, yaitu hubungan seksual dimana tidak ada pertukaran atau kontak dengan seme, cairan vagina atau darah antar pasangan. (Wiku Adisasmito, 2010)
2.    Pencegahan Penularan Melalui Darah
Penularan melalui darah cukup besar kejadiannya, umumnya terjadi melalui beberapa hal berikut;
*   Transfuse darah; untuk mencegahnya sedapat mungkin menghindari transfuse darah yang tidak jelas asalnya, sebaiknya dilakukan skrining setiap donor darah yang akan menyumbangkan darahnya dengan memeriksa darah tersebut terhadap antibody HIV, kelemahannya biaya yang harus dikeluarkan mahal. (Wiku Adisasmito, 2010)
*   Alat suntik dan alat-alat lain yang dapat melukai kulit, penularan infeksi HIV dapat terjadi melalui alat suntik yang terkontaminasi, baik dalam system pelayan kesehatan yang forman maupun diluar system tersebut, misalnya pemakaian alat/jarum lainnya yang dapat melikai kulit atau menyebabkan luka /perdarahan (tato, tusuk jarum, alat cukur, dsb). Hal ini dapat dicegah dengan cara dsinfeksi alat-alat tersebut dengan pemanasan atau larutan desinfektan. Perlu dilakukan pengawasan ketat agar setiap alat suntik dan alat lainnya yang dipergunakan dalam sistem pelayanan kesehatan selalu dalam keadaan steril.
*   Penularan infeksi HIV melalui alat suntik yang tidak steril dan dipakai bersama sering dipakai bersama oleh para penyalahguna narkotika suntik.
*   Petugas kesehatan yang merawat penderita AIDS mempunyai kemungkinan terpapar oleh cairan tubuh penderita (darah, semen, cairan vagina), perlu melakukan langkah-langkah pencegahan.
(Wiku Adisasmito, 2010)
3.    Pencegahan Penularan dari Ibu-Anak (Perinatal)
Cara pencegahan penularan HIV perinatal memerlukan pendidikan atau penyuluhan kesehatan masyarakat yang luas dan intensif dengan memberitahukan resiko kehamilan atau melahirkan pada ibu yang sero positive HIV. Disamping itu penyuluhan atau pendidikan yang terus-menerus perlu dilakukan untuk membujuk orang tua atau ibu yang ingin hamil atau mempunyai anak agar memeriksakan darahnya secara sukarela dan meminta nasehat (konseling). (Wiku Adisasmito, 2010)
Alasan pentingnya pencegahan penularan HIV dari ibu ODHA ke bayi
1.        Sebagian ODHA perempuan berada pada usia subur.
2.        Lebih dari 90% kasus HIv pada anak ditularkan dari ibunya pada masa perinatal.
3.        Anak yang dilahirkan akan menjadi yatim piatu.
4.        Anak yang terinfeksi HIV mengalami gangguan tumbuh kembang.
5.        Stigmatisasi dan diskriminasi mungkin terjadi pada anak tersebut.
(Dr. Nursalam,dkk; 2005)
Stategi Pencegahan Penularan HIV pada bayi dan anak menurut WHO (Depkes, 2003)
a)        Mencegah jangan sampai ada wanita yang terinfeksi HIV (pensegahan Primer).
b)        Apabila sudah terinfeksi HIV, cegah jangan sampai ada kehamilan.
c)        Apabila sudah hamil, cegah penularan dari ibu ke bayi dan anaknya.
d)       Apabila ibu dan anak sudah terinfeksi, berikan dukungan dan perawatan bagi ODHA dan keluarganya.
Pencegahan Primer
Hal yang terutama dalam pencegahan primer bagi petugas kesehatan adalah mengikuti kaidah-kaidah universal standar yang ada. Sementara ibu-ibu yang sehat perlu mengubah perilaku seksual dengan menerapkan prinsip ABC, yaitu; A = Abstinence (tidak melakukan hubungan seksual dengan pasangan), B = Be faithful (setia kepada pasangan), C = Condom (pergunakan kondom jika terpaksa melakukan hubungan dengan pasangan. Mereka juga tidak boleh menjadi pengguna narkba suntikan, terutama dengan penggunaan jarum suntik secara berlebihan. (Dr. Nursalam,dkk; 2005)

Intervensi pencegahan penularan HIV dari ibu ke janin atau bayinya meliputi empat hal, yaitu mulai saat hamil, saat melahirkan dan setelah melahirkan. (Depkes, 2003):
1.        Penggunaan Antiretroviral selama kehamilan.
2.        Penggunaan Antiretroviral saat persalinan dan bayi yang baru dilahirkan.
3.        Penanganan Obstetri selama persalinan.
4.        Penatalaksanaan selama menyusui.
Cara persalinan yang Disarankan dalam Pencegahan Penuaran HIV dari ibu ke bayinya.
WHO tidak merokemendasikan untuk melakukan bedah Caesar tetapi juga tidak melarangnya, mengingat kondisi di masing-masing daerah berbeda dan perlu pertimbangan mengenai biaya untuk operasi, fasilitas untuk tindakan, dan komplikasi akibat imunitas ibu yang rendah. Bedah Caesar dilakukan bila ada indikasi obstetric. Hindari partus lama dan tindakan invasif, amniotomi sebelum pembukaan lengkap, episiotomi, ekstrasi vakum, ekstrasi cunam, dan analisis gas darah bayi. (Dr. Nursalam,dkk; 2005)
Perhatian Pasca Persalinan
Menurut Depkes 2003 ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu;
1.        Kontrasepsi
Waktu paling lambat yang dianjurkan untuk kontrasepsi adalah 4 minggu setelah ODHA melahirkan.
2.        Menyusui
Ibu yang positif HIV sebaiknya tidak menyusui bayinya karena dapat terjadi penularan sebesar 10-20%, apalagi bila payudara lecet atau radang.
3.        Terapi Antiretroviral dan Imunisasi
ART (Anti Retroviral Therapy) menjadi semakin penting setelah ibu melahirkan, karena ibu harus memelihara anaknya sampai cukup besar. Bayi juga harus mendapat imunisasi seperti bayi sehat. Tes HIV harus sudah dikerjakan saat bayi berumur 12 bulan. Apabila positif, maka tes tersebut diulang saat bayi berumur 18 bulan.

4.    Mengurangi Dampak Negatif Infeksi HIV
Upaya ini dilakukan terhadap individu, golongan, maupun masyarakat umumnya. Kepada mereka perlu diberikan pendidikan/penyuluhan, konseling atau cara lain untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Hal ini penting dilakukan sehubungan dengan dampak infeksi HIv di bidang psikologis dan bidang lainnya yang sangat mempengaruhi kehidupan mereka selanjutnya. (Wiku Adisasmito, 2010)
2.9 Pengobatan/ Treatment dan Immunisasi/Pemberian Vaksin
·         PENGOBATAN
A. Terhadap Etiologi
Meningkatnya pengetahuan tentang Etiologi AIDS dan kaitannya dengan pengobatan rupanya tidak menunjukkan hal yang menggembirakan, beberapa obat telah dicoba diantaranya adalah
v  Zidovudine (Azidothymidine) mempunyai efek mempengaruhi peoses replikasi virus.
v  Suramin, HPA 23, Ribavirin, terbukti menghambat replikasi virus.
v  Foscarnet, masih dalam tahap penelitian.
(Wiku Adisasmito, 2010)
B. Terhadap Infeksi Sekunder
Pada umumnya penderita AIDS menderita infeksi berat, multiple dan berulang. Respon pengobatan seringkali buruk karena adanya strain yang resisten. Jenis-jenis mikroba yang menimbulkan infeksi sekunder adalah protozoa (Pnemocytis carinii, toxoplasma, dan cryptotosporidium), jamur (kandidiasis), virus (herpes, cytomegalovirus/CMV, papovirus), dan bakteri (Mycobacterium TBC, Mycobacterium ovarium intra cellular,streptococcus). Penanganan terhadap infeksi sekunder ini disesuaikan dengan jenis mikroorganisme penyebabnya, diberikan terus-menerus sampai gejala infeksi sekunder menghilang dan tidak menimbulkan komplikasi lebih lanjut. (Wiku Adisasmito, 2010)
Gambar 2.9 Contoh Infeksi Sekunder
C.       Mengatasi Status Defisiensi Immune
Sampai saat ini belum ditemukan adanya obat-obatan yang dapat meningkatkan status immun penderita AIDS. Obat yang sampai sekarang masih diuji coba adalah sbb;
1.    Biological Respons Modifier, misalnyaa alpha interferon, gamma interferon, interleukin, thymic hormone, transplantasi sumsum tulang, dan transplantasi timus.
2.    Immunomodular agent, misalnya Isoprinosine.
Semua obat ini secara in vitro menunjukkan hasil yang baik, namun secara in vivo tidak. (Wiku Adisasmito, 2010)

·      VAKSIN
Walaupun saat ini kemungkinan pemberian vaksinsedang dikembangkan dan ditujukan untuk mencegah infeksi oleh HIV, tetapi prospek pengguaan dalam waktu yang dekat agak sulit untuk direalisasikan. Adanya variasi yang bermacam-macam pada struktur setiap strain HIV mempersulit keberhasilan kerja vaksin. Keadaan ini disebabkan oleh virus HIV dapat berpindah dari sel-ke sel sehingga induksi vaksin oleh system immune humoral atau seluler tampaknya tidak dapat mencegah infeksi pada sel yang rentan. (Wiku Adisasmito, 2010)



BAB III
PENUTUP
3.1          Kesimpulan
HIV( Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.Virus HIV akan masuk dalam sel darah putih dan merusaknya, sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi akan menurun jumlahnya. Akibatnya sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan penderita mudah terkena berbagai penyakit. Kondisi ini disebut AIDS.
AIDS(Acquired Immuno Deficiency Syndrome) atau sindrom penurunan kekebalan yang didapatkan adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul karena rendahnya daya tahan tubuh. Pada awalnya penderita HIV positif sering menampakkan gejala sampai bertahun-tahun(5-10 tahun). Banyak faktor yang mempengaruhi panjang pendeknya masa tanpa gejala ini, namun pada masa ini penderita dapat menularkan penyakitnya pada orang lain. Sekitar 89% penderita HIV akan berkembang menjadi AIDS. Semakin lama penderita akan semakin lemah dan akhirnya akan berakhir dengan kematian, karena saat ini belum ditemukan obat untuk mencegah atau menyembuhkan HIV/AIDS.
Ada lima unsur yang perlu diperhatikan pada transmisi suatu penyakit menular, yaitu sumber penyakit, vehikulum yang membawa, agent penyakit, host yang rentan, adanya tempat keluar, adanya tempat masuk (port d entrée). Transmisi tersebut dapat melalui transmisi seksual yang berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serviks, transmisi nonseksual yang berhubungan dengan darah yaitu transmisi parenteral dan yang belum terbukti seperti lewat air susu ibu dll.
Pembagian stadium :
1)      Stadium  Pertama:HIV
2)      Stadium Kedua:Asimptomatis (tanpa gejala)
3)      Stadium Ketiga:Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persistent
4)      Stadium Keempat:AIDS
Pencegahan dapat dilakukan untuk mengurangi persebaran penyakit tersebut. Bahkan pemerintah juga telah membuat kebijakan-kebijakan untuk mengendalikan penyakit ini. Sedang untuk obatnya sampai saat ini belum ditemukan, beberapa mesih dalam percobaan namun tetap memberikan dampak lainnya pula.
3.2         Saran
1.    Untuk Masyarakat
Sebaiknya lebih menambah informasi mengenai penyakit HIV/AIDS sehingga keluarga serta lingkungan aman dari kemungkinan terjangkit penyakit ini.
2.    Untuk Mahasiswa
Sebaiknya kita sebagai generasi penerus dapat menjaga diri, dan menghindari perbuatan yang nantinya kita menjadi orang yang beresiko terserang virus HIV.
3.    Untuk Institusi
Seharusnya mengadakan pembelajaran ataupun seminar mengenai HIV/AIDS sehingga kita mendapat informasi yang penting tentang HIV/AIDS.
4.    Untuk tenaga kesehatan
Diharapkan dapat peka mengenali jenis penyakit ini dan merencanakan tindakan yang tepat untuk menangani penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, wiku. 2010. Sistem Kesehatan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Depkes (2003). Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan Pengobatan ODHA.Jakarta: Dirjen P2M Depkes RI, hal 80-177
Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Stewart GJ. 1997, Mananging HIV. Sydney: MJA Published, hal 17-21, 42-44.
Widyastuti, yani, dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya.

Sumber Internet :
www.wordpress.com diakses pada tanggal 11 april 2011



1 komentar:

  1. Obat herbal Dr. Imoloa yang luar biasa adalah obat penyembuhan yang sempurna untuk Virus HIV, saya mendiagnosis HIV selama 8 tahun, dan setiap hari saya selalu mencari penelitian untuk mencari cara sempurna untuk menghilangkan penyakit mengerikan ini karena saya selalu tahu bahwa yang kita butuhkan karena kesehatan kita ada di bumi. Jadi, pada pencarian saya di internet saya melihat beberapa kesaksian berbeda tentang bagaimana Dr. imoloa dapat menyembuhkan HIV dengan obat herbal yang kuat. Saya memutuskan untuk menghubungi pria ini, saya menghubunginya untuk obat herbal yang saya terima melalui layanan kurir DHL. Dan dia membimbing saya bagaimana caranya. Saya memintanya untuk solusi minum obat herbal selama dua minggu. dan kemudian dia menginstruksikan saya untuk pergi memeriksa yang saya lakukan. lihatlah aku (HIV NEGATIF). Terima kasih Tuhan untuk dr imoloa telah menggunakan obat herbal yang kuat untuk menyembuhkanku. ia juga memiliki obat untuk penyakit seperti: penyakit parkison, kanker vagina, epilepsi, Gangguan Kecemasan, Penyakit Autoimun, Nyeri Punggung, Keseleo, Gangguan Bipolar, Tumor Otak, Ganas, Bruxisme, Bulimia, Penyakit Disk Serviks, Penyakit Kardiovaskular, Penyakit Kardiovaskular, Neoplasma, kronis penyakit pernapasan, gangguan mental dan perilaku, Cystic Fibrosis, Hipertensi, Diabetes, asma, radang sendi yang dimediasi autoimun. penyakit ginjal kronis, penyakit radang sendi, sakit punggung, impotensi, spektrum alkohol feta, Gangguan Dymyme, Eksim, kanker kulit, TBC, Sindrom Kelelahan Kronis, sembelit, penyakit radang usus, kanker tulang, kanker paru-paru, sariawan, kanker mulut, tubuh nyeri, demam, hepatitis ABC, sifilis, diare, Penyakit Huntington, jerawat punggung, gagal ginjal kronis, penyakit addison, Penyakit Kronis, Penyakit Crohn, Cystic Fibrosis, Fibromyalgia, Penyakit Radang Usus Besar, penyakit kuku jamur, Penyakit Kelumpuhan, penyakit Celia, Limfoma , Depresi Besar, Melanoma Ganas, Mania, Melorheostosis, Penyakit Meniere, Mucopolysaccharidosis, Multiple Sclerosis, Distrofi Otot, Rheumatoid Arthritis, Penyakit Alzheimer, email- drimolaherbalmademedicine@gmail.com / hubungi atau {whatssapp ..... +2347081986098. }

    BalasHapus