HIV/AIDS
Pembimbing
dr. Ekawati Sutikno, MM
INSTITUT
ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
FAKULTAS
KESEHATAN MASYARAKAT
PRODI
D-III KEBIDANAN
2011
HIV/AIDS
Disusun
untuk memenuhi tugas Kesehatan Reproduksi
Oleh:
1.
Aini Latifa A. 30710001
2.
Dika Yanuar F. 30710008
3.
Gita Dewi 30710014
4.
Tri Widayanti 30710035
INSTITUT
ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
FAKULTAS
KESEHATAN MASYARAKAT
PRODI
D-III KEBIDANAN
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan rahmat, dan anugerah-Nya kami dapat menyusun Makalah
ini dengan judul “HIV/AIDS” yang
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Reproduksi yang diberikan
oleh dr. Ekawati Sutikno, MM.
Tidak sedikit kesulitan yang kami alami dalam proses
penyusunan makalah ini. Namun berkat dorongan dan bantuan dari semua pihak yang
terkait, baik secara moril maupun materil, akhirnya kesulitan tersebut dapat
diatasi. Tidak lupa pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih
kepada Dosen yang telah membimbing kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa untuk meningkatkan kualitas makalah
ini kami membutuhkan kritik dan saran demi perbaikan makalah di waktu yang akan
datang. Akhir kata, besar harapan kami agar makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.
Kediri, April 2011
Penyusun.
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL..............................................................................................
i
KATA
PENGANTAR............................................................................................
ii
DAFTAR
ISI ..........................................................................................................
iii
DAFTAR
GAMBAR .............................................................................................
iv
DAFTAR
TABEL...................................................................................................
v
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang ..................................................................................................
1
1.2 Tujuan................................................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Human
Immunodeficiency Virus (HIV)............................................................
3
2.2 Deskripsi
Penyakit.............................................................................................
4
2.3 Deskripsi
Epidemiologi......................................................................................
5
2.4
Mekanisme dan Cara Transmisi.........................................................................
6
2.5 Perjalanan
Penyakit............................................................................................
9
2.6 Aspek Imunitas...................................................................................................
13
2.7 Aspek
Psikososial................................................................................................ 14
2.8 Pencegahan
dan Pengendalian............................................................................. 14
2.9 Pengobatan/
Treatment dan Immunisasi/Pemberian Vaksin................................
20
BAB III
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………..…. 23
3.2 Saran…………………………………………………………………………...... 24
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..…… 25
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Virus HIV…………………………………………………….
3
Gambar
2.5 Perkembangan dari HIV menjadi AIDS………………………………. 10
Gambar
2.8 Pencegahan Primer…………………………………………………….. 18
Gambar
2.9 Contoh Infeksi Sekunder………………………………………….…… 21
DAFTAR
TABEL
Tabel
2.4 Pola Transmisi AIDS…………………………………………………………. 8
Tabel
2.5.a Klasifikasi klinis CD4 pada
pasien remaja dan
orang dewasa menurut CDC (Depkes, 2003)……………………………………..……..
9
Tabel
2.5.b Empat Tahap Derajat Infeksi HIV………………………………………..…
11
Tabel
2.5.c Klasifikasi klinis Infeksi HIV
menurut WHO (Depkes, 2003)………..……. 11
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kesehatan
mempunyai peranan besar dalam meningkatkan derajat hidup masyarakat, maka semua
negara berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya.
Pelayanan kesehatan ini berarti setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dam mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan
perseorangan, kelompok, ataupun masyarakat.
HIV/AIDS
merupakan salah satu topik yang sangat diperlukan dalam bidang kesehatan dalam
suatu masyarakat, serta merupakan kajian studi yang sangat menarik untuk
dipelajari dalam dunia pendidikan.
Adanya
perilaku menyimpang masyarakat mulai dari pekerja seks komersial, homo seksual,
dan penggunaan narkoba suntik yang saling bergantian sangat memengaruhi
meningkatnya penyebaran HIV/AIDS. Adanya pola transmisi yang berkembang selain
hanya transmisi seksual, transmisi non seksual melalui mekanisme transmisi
parenteral dan transmisi transplasental (dari ibu kepada janinnya) menjadi
ancaman baru yang melahirkan korban yang tidak berdosa.
Pada
saat ini, Indonesia tengah menghadapi memburuknya situasi epidemi HIV/AIDS.
Sejak tahun 1999 di beberapa tempat telah menjadi concentrated level of
epidemic. Bahkan dibeberapa provinsi seperti DKI Jakarta, Papua, Riau, Bali,
Jabar dan Jatim adalah tempat epidemi penduduk yang berperilaku resiko tinggi tertular
HIV secara seksual atau NAPZA suntik.
Untuk
itu, makalah ini dibuat dengan harapan kita sebagai mahasiswa yang nantinya
akan menjadi tenaga kesehatan dapat peka terhadap masalah-masalah penyakit yang
terdapat dalam masyarakat, terutama HIV/AIDS. Dengan mengetahui penyebabnya,
cara penularannya, gejala-gejala, serta cara pencegahannya, kita dapat dengan
segera mengenali penyakit ini, dan dapat dengan segera merencanakan tindakan
selanjutnya, sehinnga diharap dapat mengurangi penderita HIV/AIDS di Indonesia.
1.2 Tujuan
a)
Tujuan Umum
1. Sebagai
media informasi bagi masyarakat umum.
2. Digunakan
sebagai inventaris perpustakaan.
3. Bahan
bacaan untuk keluarga ataupun masyarakat umum.
b)
Tujuan Khusus
1. Bahan
pertimbangan bagi tenaga kesehatan mengenai tindakan yang akan dilakukan untuk
menangani penyakit HIV/AIDS.
2. Mahasiswa
dapat peka mengenali penyakit yang terdapat disekitarnya, terutama penyakit
HIV/AIDS, dengan mengetahui tanda-tanda serta gejalanya.
3. Masyarakat
ataupun tenaga kesehatan dapat melakukan tindakan pencegahan, untuk mengurangi
persebaran penyakit AIDS di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Human Immunodeficiency Virus
(HIV)
Virus
HIV termasuk virus ss RNA positif yang berkapsul, dari famili Retroviridae. Diameternya sekitar 100 nm
dan mengandung dua salinan genom RNA yang dilapisi oleh protein nukleokapsid.
Pada permukaan kapsul virus terdapat glikoprotein transmembran gp41 dan
glikoprotein permukaan gp120. Di antara nukleokapsid dan kapsul virus terdapat
matriks protein. Selain itu juga terdapat tiga protein spesifik untuk virus
HIV, yaitu enzim reverse transkriptase (RT), protease (PR), dan integrase (IN).
Enzim RT merupakan DNA polimerase yang khas untuk retrovirus, yang mampu
mengubah genom RNA menjadi salinan rantai ganda DNA yang selanjutnya diintegrasikan
pada DNA sel pejamu. Retrovirus juga memiliki sejumlah gen spesifik sesuai
dengan spesies virusnya, antara lain gag (fungsi struktural virus), pol (fungsi
struktural dan sintesis DNA), serta env (untuk fusi kapsul virus dengan membran
plasma sel pejamu). (Wordpress.com)
Gambar 2.1 Struktur Virus HIV
Replikasi
retrovirus berbeda dengan virus RNA lainnya. Segera setelah inti virus memasuki
sitoplasma sel yang terinfeksi, RNA disalin ke DNA rantai ganda dengan RT.
Penyalinan dimungkinkan oleh aktivitas RNAse H dari RT, sehingga rantai RNA
dapat dipecah menjadi campuran DNA (-) dan RNA (+). Baru kemudian campuran ini
berubah menjadi molekul DNA rantai ganda. DNA hasil salinan akan memasuki inti
sel yang terinfeksi dan menyatu dengan kromosom sel pejamu. Provirus (gen virus
spesifik) juga ikut mengalami penyatuan dengan kromosom sel yang terinfeksi.
Integrasi ini dimungkinkan dengan adanya sisipan rantai pengulangan yang
disebut long terminal repeats (LTR) pada ujung-ujung salinan genom RNA. Rantai
LTR ini memuat informasi sinyal yang diperlukan untuk transkripsi provirus oleh
RNA polimerase dari pejamu. Selain itu juga protein integrase berperan dalam
proses ini. Setelah DNA pejamu terintegrasi dengan materi genetik virus, akan
terjadi proses transkripsi yang menghasilkan satu rantai genom RNA yang utuh
dan satu atau beberapa mRNA. mRNA yang dihasilkan ini mengkode protein
regulator virus. (Wordpress.com)
2.2 Deskripsi Penyakit
Penyakit
ini pertama kali muncul di Afrika, Haiti, Amerika Serikat pada tahun 1978. Pada
tahun 1979 pertama kali dilaporkan
adanya kasus-kasus sarcoma, kaposi, dan penyakit-penyakit infeksi yang jarang
terjadi di Eropa. Penyakit ini menyerang orang-orang di Afrika yang bermukim di
Eropa. Sampai saat itu belum disadari oleh para ilmuan bahwa kasus-kasus
tersebut adalah kasus AIDS. Pada tahun 1981 Amerika Serikat melaporkan kasus
sarcoma, kaposi, dan penyakit infeksi yang jarang terjadi di kalangan
homoseksual. Hal ini menimbulkan dugaan yang kuat bahwa transmisi penyakit ini
terjadi melalui hubungan seksual. Namun pada tahun 1982-1983 mulai diketehaui
adanya transmisi di luar jalur hubungan seksual yaitu melalui transfusi darah
penggunaan jarum suntik secara bersama oleh para penyalah guna narkotika
suntik.(Wiku Adisasmito, 2010)
HIV(
Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia.Virus HIV akan masuk dalam sel darah putih dan merusaknya,
sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi
akan menurun jumlahnya. Akibatnya sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan
penderita mudah terkena berbagai penyakit. Kondisi ini disebut AIDS. (Yani
Widyastuti dkk, 2009)
AIDS(Acquired
Immuno Deficiency Syndrome) atau sindrom penurunan kekebalan yang didapatkan
adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul karena rendahnya daya tahan tubuh.
Pada awalnya penderita HIV positif sering menampakkan gejala sampai
bertahun-tahun(5-10 tahun). Banyak faktor yang mempengaruhi panjang pendeknya
masa tanpa gejala ini, namun pada masa ini penderita dapat menularkan
penyakitnya pada orang lain. Sekitar 89% penderita HIV akan berkembang menjadi
AIDS. Semakin lama penderita akan semakin lemah dan akhirnya akan berakhir
dengan kematian, karena saat ini belum ditemukan obat untuk mencegah atau
menyembuhkan HIV/AIDS. (Yani Widyastuti dkk, 2009)
Hal-hal
yang perlu diketahui tentang HIV/AIDS :
a) virus
HIV masuk ke dalam tubuh, virus tersebut akan mewnetap dalam tubuh untuk
selamanya.
b) Virus
HIV hidup dalam darah, air mani, cairan dalam jalan lahir, dan cairan tubuh
Sekali lainnya.
c) Sebagian
besar infeksi HIV ditularkan melalui hubungan seksual, disamping penularan
melalui jarum suntik dan transfusi darah serta penularan dari ibu kepada
janinnya.
d) HIV
tidak hanya menular pada kaum homoseksual.
e) Perempuan
lima kali lebih mudah tertular HIV/AIDS dari pada laki-laki, karena bentuk alat
kelamin perempuan lebih luas permukannya sehingga mudah terpapar oleh cairan
mani yang tinggal lebih lama dalam tubuh.
f) Permukaan
pada saluran kelamin memudahkan masuknya virus HIV.
g) Hubungan
seks melalui anus lebih beresiko dalam penularan dari pada cara hubungan seks
lainnya, karena jaringan anus lebih lembut.
h) Kekerasan
seksual atau hubungan seksual dengan gadis remaja lebih memudahkan terjadinya
penularan. (Yani Widyastuti dkk, 2009)
2.3 Deskripsi Epidemiologi
AIDS
atau SIDA ( Syndrom Imuno Defisiensi Akuisita) adalah suatu penyakit yang
dengan cepat telah menyebar ke seluruh dunia ( pandemik). Saat ini diperkirakan
ada 5-10juta orang mengidap HIV yang belum menunjukkan gejala apapun, tetapi potensial
sebagai sumber penularan. Disamping itu, telah dilaporkan adanya kurang lebih
100.000 orang penderita AIDS dan 300.000-500.000 orang penderita ARC ( AIDS
Related Complex). Sampai dengan bulan Meret 1989 kasus AIDS telah dilaporkan
141.000 kasus ke-WHO oleh 145 negara. (Wiku Adisasmito, 2010)
AIDS
adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya karena mempunyai Case Fatality Rate
100% dalam lima tahun setelah diagnosis AIDS ditegakkan, semua penderita akan
meninggal. Pada populasi normal Aadult Mortality Rate adalah 50/10.000, bila
sero prevalensi infeksi HIV adalah 10%, maka dalam 5 tahun mendatang Adult
Mortality Rate ini akan meningkat dua kalinya menjadi 100/100.000. (Wiku
Adisasmito, 2010)
2.4 Mekanisme dan Cara Transmisi
Ada
lima unsur yang perlu diperhatikan pada transmisi suatu penyakit menular, yaitu
sumber penyakit, vehikulum yang membawa, agent penyakit, host yang rentan,
adanya tempat keluar, adanya tempat masuk (port d entrée). (Wiku Adisasmito,
2010)
HIV
sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel limfosit T dan sel otak sebagai
organ sasarannya. HIV sangat lemah dan mudah mati di luar tubuh. Sebagai
vehikulum yang dapat membawa HIV ini keluar tubuh adalah berbagai cairan tubuh,
tetapi yang terbukti dalam epidemiologi hanya semen, caran vagina atau serviks
dan darah. Selain itu, HIV telah dapat diisolasikan dari air susu ibu, airmata,
air liur atau saliva yang semuanya tidak terbukti dapat menularkan HIV. Pola
transmisi yang berhubungan dengan unsur tempat keluar dan masuknya agent adalah
sebagai berikut (Wiku Adisasmito, 2010);
1) Transmisi
seksual yang berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serviks.
Cara hubungan seksual ano-genital merupakan perilaku
seksual dengan resiko tertinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra
seksual yang pasiv menerima ejakulasi semen dari seorang pengidap HIV. Mukosa
rektum sangat tipis dan mudah sekali mengalami perlukaan saat berhubungan
seksual secara ano-genital. Resiko ini bertambah bila terjadi perlukaan dengan
tangan (fisting) pada anus/rektum.
Tingkat resiko kedua adalah hubungan oro-genital
termasuk menelan semen dari mitra seksual mengidap HIV. Tingkat resiko ketiga
adalah hubungan genito-genital/heteroseksual. (Wiku Adisasmito, 2010)
2) Transmisi
nonseksual yang berhubungan dengan darah yaitu transmisi parenteral dan
transmisi transplasental ( dari ibu kepada janinnya)
Transmisi perenteral yaitu akibat penggunaan jarum
suntik dan alat tusuk lainnya seperti alat tindik yang terkontaminasi HIV. Di
beberapa negara khususnya Thailand untuk negara berkembang cara transmisi ini
terutama terjadi pada penyalahgunaan narkotika suintik. Di negara berkembang
lainnya cara transmisi ini terjadi melalui jarum suntik yang dipakai untuk
banyak orang oleh petugas kesehatan. Resiko tertular lewat cara transmisi parenteral
ini kurang dari 1%. Dari data-data CDC-NIH (centers for disease control dan
national institute of health) Amerika Serikat, hanya 4 orang tertular HIV dari
973 orang yang tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi HIV. Transmisi
parenteral lainnya adalah lewat donor atau transfusi darah yang mengandung
HIV. (Wiku Adisasmito, 2010)
Transmisi transplasental, yaitu transmisi dari ibu
kepada janinnya saat hamil atau dapat juga terjadi saat melahirkan anak. Resiko
cara transmisi ini 50%, yaitu bila seorang ibu mengidap HIV melahirkan anak,
maka kemungkinan anak itu tertular HIV. Transmisi lewat air susu ibu masih
menjadi bahan perdebatan para pakar AIDS. Transmisi melalui transplantasi alat
tubuh atau bagian-bagian alat tubuh juga termasuk transmisi nonseksual ini.
(Wiku Adisasmito, 2010)
3) Transmisi
yang belum terbukti
·
Transmisi lewat air susu ibu; Hiv teelah
dapat diisolasi dari air susu ibu tiga orang pengidap HIV. Banyak laporan
ibu-ibu pengidap HIV yang menyusui bayinya, tetapi tidak menularkan HIV pada bayinya
sehingga dapat disimpulkan bahwa transmisi lewat air susu ibu belum dapat
dibuktikan dengan pasti.
·
Transmisi lewat saliva/air liur;HIV
dapat diisolasi dari saliva pengidap HIV. Transmisi lewat jalan ini mungkin
dapat terjadi saat melakukan ciuman yang mengakibatkan perlukaan mukosa mulut.
·
Transmisi lewat air mata; HIV dapat
diisolasi dari air mata maupun kontak lensa pengidap HIV. Penularan kepada
petugas kesehatan/ Dokter ahli mata belum terbukti dapat terjadi.
·
Transmisi lewat urine; HIV dapat diisolasi
dalam konsentrasi rendah pada urine dan juga tidak terbukti dapat menularkan
HIV.
·
Transmisi lewat hubungan sosial dan pada
orang serumah dan bukan mitra seksual tidak terbukti penularan HIV.
Transmisi lewat gigitan serangga; secara teoritis
transmisi ini dapat terjadi melalui transmisi biologis dengan adanya
perkembangbiakan HIV didalam tubuh serangga/dengan cara transmisi mekanis.
Berdasarkan penelitian tidak terbukti penularan melalui serangga,HIV tidak
dapat hidup pada tubuh serangga, pada percobaan melalui serangga kutu busuk dan
nyamuk. (Wiku Adisasmito, 2010)
Tabel 2.4 Pola Transmisi AIDS
Pola
|
Seksual
|
Darah
|
Ibu-anak
|
Negara
|
I
|
Homo +++
Hetero +
|
Penyalahgunaan
narkoba suntik
|
Jarang karena
heteroseksual sedikit
|
Amerika Utara, Eropa
Barat, Australia, New Zealand, Amerika Latin
|
II
|
Hetero +++
|
Transfusi jarum suntik
|
Banyak
|
Afrika Sub-Sahara, Karibia
|
III
|
Insidens rendah
hubungan seksual dengan orang asing. Transmisi dengan orang senegara
|
Komponen darah.
Penyalahgunaan
narkotika suntik
|
Sangat jarang karena
insidens masih rendah
|
Eropa Timur, Afrika
Utara, Timur Tengah, Asia, dan Pasifik.
|
Catatan
: (+) menyatakan jumlah secara gradual
2.5. Perjalanan Penyakit
Perjalanan HIV/AIDS dibagi dalam dua fase :
1)
Fase
Infeksi Awal
Pada proses awal infeksi(immunokompeten) akan terjadi
respon imun berupa peningkatan aktivasi imun, yaitu pada tingkat
seluler(HLA-DR;sel-T;IL-2R) serum atau humoral(beta 2 mikroglobulin, neopterin,
CD8, IL-R) dan antibodi apregulation(gp120, antip24;igA) (kam, 1996) induksi
sel T-helper dan sel-sel lain diperlukan untuk mempertahankan fungsi sel-sel
faktor sistem imun agar tetaap berfungsi dengan baik. Infeksi HIV akan
menghancurkan sel-T, sehingga T-helper tidak dapat memberikan induksi kepada
sel-sel efektor sistem imun. Dengan tidak adanya T-helper sel-sel efektor
sistem imun seperti T8 sitotoksik, sel NK, monosit dan sel B tidak dapat
berfungsi dengan baik. Daya taha tubuh menurun sehingga pasien jatuh ke dalam
stadium lebih lanjut. (Dr. Nursalam,dkk; 2005)
2)
Fase
Infeksi Lanjut
Fase ini disebut
dengan imunnodefisien, karena dalam serum pasien yang terinfeksi HIV ditemukan
adanya supresif berupa antibodi terhadap proliferasi sel-T. Adanya supresif
pada proliferasi sel-T tersebut dapat menekan sintesis dan sekresi limfokin,
sehingga sel-T tidak mampu memberikan respon terhadap mitogen dan terjadi
disfungsi imun yang ditandai dengan penurunan kadar CD4+,
sitokin(IFNc;IL2;IL6), antibodi down regulation(gp120;antip24, TNFa, dan
antinef.
(Dr.
Nursalam,dkk; 2005).
Tabel
2.5.a Klasifikasi klinis CD4 pada
pasien remaja dan orang dewasa menurut CDC (Depkes, 2003)
CD4
|
Kategori Klinis
|
|||
Total
|
%
|
A
(Asimtomatis, Infeksi Akut)
|
B
(Simtomatis)
|
C
(AIDS)
|
≥ 500/ml
|
≥ 29%
|
A1
|
B1
|
C1
|
200-499
|
14-28%
|
A2
|
B2
|
C2
|
< 200
|
< 14%
|
A3
|
B3
|
C3
|
Pembagian stadium :
1)
Stadium Pertama:HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti dengan
terjadinya perubahan serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah
dari negatif menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk kedalam tubuh
sampai test antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut dengan window period. Lama window period adalah
antara 1-3 bulan bahkan ada yang dapat berlangsung sampai 6 bulan.
2)
Stadium
Kedua:Asimptomatis (tanpa gejala)
Asimptomatik berarti bahwa didalam organ tubuh terdapat
HIV, tetapi tidak menunjukkan gejala apapun. Keadaan ini dapat berlangsung
rata-rata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak sehat ini
sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.
3) Stadium Ketiga:Pembesaran kelenjar limfe secara menetap
dan merata (Persistent Generalized
Lympadenopathy)
Hal ini tidak hanya muncul pada satu tempat saja dan
berlangsung lebih dari 1 bulan.
4)
Stadium
Keempat:AIDS
Keadaan ini disertai dengan adanya bermacam-macam
penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit saraf, dan penyakit
infeksi sekunder.
(Dr. Nursalam,dkk;
2005)
Gejala klinis pada stadium AIDS dibagi antara lain:
·
Gejala
utama/ mayor:
a.
Demam
berkepanjangan lebih dari tiga bulan.
b.
Diare
kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus.
c.
Penurunan
berat badan lebih dari 10% dalam tiga bulan.
·
Gejala
minor:
a.
Betuk
kronis selama lebih dari satu bulan.
b.
Infeksi
pad mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh jamur Candida albicons
c.
Pembengkakan
kelenjar getah bening yang menetap diseluruh tubuh.
d.
Munculnya
harpes zorter berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.
Tabel
2.5.b Empat Tahap Derajat Infeksi HIV
Fase
|
Derajat
|
1
|
Infeksi HIV primer
|
2
|
HIV dengan
defisiensi imun dini (CD4+ >500/ul)
|
3
|
Adanya HIV dengan defisiensi imun yang sedang (CD4+: 200- 500/ul)
|
4
|
HIV dengan
defisiensi imun yang berat (CD4+ <200/ul) disebut dengan AIDS. Sehingga
menurut CDC Amerika (1993), pasien masuk dalam kategori AIDS bila CD4+
<200/ul.
|
Tabel
2.5.c Klasifikasi klinis Infeksi HIV
menurut WHO (Depkes, 2003)
Stadium
|
Gambaran
Klinis
|
Skala
Aktivitas
|
I
|
1.
Asimptomatis
2.
Limfadenopati generalisata
|
Asimptomatis,
aktivitas normal
|
II
|
3.
Berat badan menurun
< 10%
4.
Kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti, dermatitis seburoik,
prurigo, onikomikosis, ulkus oral yang rekuren, dan kheilitis angularis
5.
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
6.
Infeksi saluran nafas bagian atas seperti, sinusistis bakterialis
|
Simptomatis,
aktivitas normal
|
III
|
7.
Berat badan menurun > 10%
8.
Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
9.
Demam yang berkepanjangan lebih dari 1 bulan
10. Kandidiasis orofaringeal
11. Oral hairy leukoplakia
12. TB Paru dalam tahun terakhir
13. Infeksi bacterial yang berat seperti pnemonia,
piomiositis
|
Pada umumnya
lemah, aktivitas ditempat tidur kurang dari 50%
|
IV
|
14. HIV wasting syndrome seperti yang didefinisikan oleh
CDC
15. Pneumonia Pneumocystis Carinii
16. Taxoplasmosis otak
17. Diare kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan
18. Kriptokokosis ekstrapulmonal
19. Retinitis virus sitomegalo
20. Herpes simpleks mukokutan > 1bulan
21. Leukoensefalopati multifokal progresif
22. Mikosis diseminata seperti histoplasmosis
23. Kandidiasis di esophagus, trakea, bronkus, dan paru
24. Mikobakteriosis atipika diseminata
25. Septisemia salmonelosis nontifoid
26. Tuberkulosis di luar paru
27. Limfoma
28. Sarkoma kaposi
29. Ensephalopati HIV
|
Pada umumnya
sangat lemah, aktivitas di tempat tidur lebih dari 50%
|
2.6
Aspek Imunitas
Secara imunologis, sel T yang terdiri dari limfosit
T-helper yang disebut limfosit CD4+ akan mengalami perubahan baik secara
kwalitas maupun kualitas. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek
toksik akan menghambat fungsi sel T (toxic HIV). Secara tidak langsung, lapisan
luar protein HIV yang disebut sampul gp 120 dan anti p24 berinteraksi dengan
CD4+ yang kemudian menghambat aktivitas sel yang mempresentasikan antigen
(APC). Setelah HIV melekat melalui reseptor CD4+ dan co-reseptornya, bagian
sampul tersebut melakukan fusi dengan membran sel dan bagian intinya masuk
kedalam membaran. Pada bagian inti terdapat enzim reverse transcripatase yang
terdiri dari DNA polinerase dan ribonuclease. Pada inti yang mengandung RNA,
enzim DNA polomerase menyusun kopi DNA dari RNA tersebut, sementara enzim
Ribonuclease memusnahkan RNA asli. Enzim pilimerase kemudian membentuk kopi DNA
ke dua dari DNA pertama yang tersusun sebagai cetakan(Stewart, 1997;
Baratawidjaja, 2000).
Kode genetik DNA berupa untai ganda setelah terbentuk
akan masuk ke inti sel. Kemudian oleh enzim integrase,DNA copi dari virus
disisipkan dalam DNA pasien. HIV provirus yang berada pada limfosit CD4+ kemudian
bereplikasi, sehingga menyebabkan sel limfosit CD4 mengalami sitolisis.
(Dr. Nursalam,dkk; 2005)
Virus HIV yang telah berhasil masuk dalam tubuh pasien
juga menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel
mikroglia diotak, sel-sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar
limfe, sel-sel epitel pada usus, dan sel langerhans dikulit. Efek dari infeksi
pada sel mikroglia diotak adalah encepalopati, sementara pada sel epitel usus
adalah diare yang kronis (Stewart, 1997).
Gejala-gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi
tersebut biasanya baru disadari oleh pasien setelah beberapa waktu lamanya
tidak mengalami kesungguhan. Pasien yang terinfeksi virus HIV dapat tidak
memperlihatkan tanda dan gejala selama bertahun – tahun. Sepanjang perjalanan
penyakit tersebut, sel CD4+ mengalami penurunan jumlahnya dari 1000 / ul
sebelum terinfeksi menjadi sekitar 200 – 300/ul setelah terinfeksi selama 2-10
tahun.
(Dr. Nursalam,dkk; 2005)
2.7
Aspek Psikososial
Aspek psikososial menurut Stewart (1997) dibedakan
menjadi 3 aspek yaitu:
1.
Stigma
sosial yang memperparah depresi dan pandangan yang negatif tentang harga diri
pasien dan keluarga.
2.
Diskriminasi
terhadap orang yang terinfeksi HIV, misalnya, penolakan untuk bekerja dan hidup
serumah, juga akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan. Bagi pasien yang
homoseksual, penggunaan obat-obat narkotika akan berakibat terhadap kurangnya
dukungan sosial. Hal ini akan memperparah ster pasien.
3.
Respon
psikologis yang memerlukan waktu yang lama,mulai dari penolakan, marah-marah,
tawar-menawar dan depresi berakibat terhadap keterlambatan upaya pencegahan dan
pengobatan. Pasien akhirya mengonsumsi obat-obat terlarang untuk menghilangkan
stres yang dialami.
2.8 Pencegahan dan Pengendalian
A.
Program Nasional Pencegahan dan Pemberantasan AIDS
Sesuai dengan himbauan WHO/GPA yang diperkuat oleh
keputusan sidang WHA yang ke-40 di Jenewa (Mei 1987), yang menyatakan bahwa
setiap negara anggota perlu melaksanakan Program Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan AIDS. Maka sejak beberapa tahun yang lalu Indonesia telah ikut
serta dalam program ini. Pemerintah (Depkes RI) menyadari bahwa Indonesia
adalah negara terbuka untuk lalu lintas orang asing terutama wisatawan sehingga
kemungkinan masuknya AIDS ke Indonesia tidak dapat dihindari. Oleh karena itu
pemerintah selalu siap dan waspada terhadap kemungkinan tersebut. Sejak bulan
Juni 1988, Depkes telah menandatangani persetujuan bantuan dari WHO/GPA untuk
melaksanakan kegiatan rencana jangka pendek (SPT) yang diantaranya peningkatan
fasilitas laboraturium beberapa provinsi di Indonesia. (Wiku Adisasmito, 2010)
B. Kebijakan
Pemerintah dalam Program Pencegahan dan Pemberantasan AIDS
¨ Kebijakan
Umum
1.
Penanggulangan AIDS dilakukan secara
terpadu baik lintas program maupun lintas sektoral, sesuai dengan tugas dan
wewenang serta fungsi unit tersebut dalam kaitannya dengan AIDS.
2.
Tidak perlu resah, bersikaplah terbuka
tetapi selalu waspada.
3.
Menempatkan masalah AIDS pada proporsi
yang wajar sebagai masalah kesehatan penyakit biasa.
4.
AIDS tidak dikhususkan dalam
pemberantasannya, tetapi tetap ditangani oleh unit sistem pelayanan keshatan
yang sudah ada.
¨ Kebijakan
Khusus
1.
Dalam upaya mendiagnosis AIDS di
Indonesia digunakan defisiensi menurut kriteria WHO?CDC Atlanta ditunjang
dengan pemeriksaan laboraturium (tes ELISA yang dikonfirmasi dengan tes western blot).
2.
Pemeriksaan antibodi terhadap infeksi
virus HIV untuk skrining donor darah belum dianggap perlu sampai saat ini.
3.
Produk darah yang diimpor maupun yang
dibuat di dalam negeri harus memenuhi persyaratan bebas AIDS.
4.
Interpretasi terhadap hasil ELISA
positif dilakukan dengan hati-hati. Konseling hanya dilakukan bila konfirmasi
dengan tes westwrn blot positif.
5.
Kerahasiaan pribadi penderita AIDS harus
dipegang teguh.
6.
Pendidikan atau penyuluhan kesehatan
merupakan upaya terpenting saat ini dalam rangka pencegahan dan pemberantasan
AIDS.
C. Strategi
Pencegahan dan Pemberantasan AIDS
1. Pencegahan
Penularan Melalui Hubungan Seksual
Penularan
infeksi HIV melalui hubungan seksual merupakan yang paling banyak terjadi.
Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual memerlukan pendidikan dan
penyuluhan yang intensif dan ditujukan untuk mengubah perilaku seksual
masyarakat tertentu sedemikian rupa sehingga mengurangi kemungkinan penularan
HIV sehingga pencegahan AIDS perlu difokuskan pada hubungan seksual. Dalam
rangka ini dianjurkan 3 hal yang berkaitan dengan perilaku sehat
1. Mengadakan
hubungan seksual dengan jumlah pasangan yang terbatas. Dengan membatasi pasangan seksual maka resiko
terinfeksi HIV juga akan berkurang.
2. Memilih
pasangan seksual yang mempunyai resiko rendah terhadap infeksi HIV.
3. Mempraktikkan
protectivesex, yaitu hubungan seksual
dimana tidak ada pertukaran atau kontak dengan seme, cairan vagina atau darah
antar pasangan. (Wiku Adisasmito, 2010)
2. Pencegahan
Penularan Melalui Darah
Penularan melalui darah
cukup besar kejadiannya, umumnya terjadi melalui beberapa hal berikut;
Transfuse
darah; untuk mencegahnya sedapat mungkin menghindari transfuse darah yang tidak
jelas asalnya, sebaiknya dilakukan skrining setiap donor darah yang akan
menyumbangkan darahnya dengan memeriksa darah tersebut terhadap antibody HIV,
kelemahannya biaya yang harus dikeluarkan mahal. (Wiku Adisasmito, 2010)
Alat
suntik dan alat-alat lain yang dapat melukai kulit, penularan infeksi HIV dapat
terjadi melalui alat suntik yang terkontaminasi, baik dalam system pelayan
kesehatan yang forman maupun diluar system tersebut, misalnya pemakaian
alat/jarum lainnya yang dapat melikai kulit atau menyebabkan luka /perdarahan
(tato, tusuk jarum, alat cukur, dsb). Hal ini dapat dicegah dengan cara
dsinfeksi alat-alat tersebut dengan pemanasan atau larutan desinfektan. Perlu
dilakukan pengawasan ketat agar setiap alat suntik dan alat lainnya yang
dipergunakan dalam sistem pelayanan kesehatan selalu dalam keadaan steril.
Penularan
infeksi HIV melalui alat suntik yang tidak steril dan dipakai bersama sering
dipakai bersama oleh para penyalahguna narkotika suntik.
Petugas
kesehatan yang merawat penderita AIDS mempunyai kemungkinan terpapar oleh
cairan tubuh penderita (darah, semen, cairan vagina), perlu melakukan
langkah-langkah pencegahan.
(Wiku Adisasmito, 2010)
3. Pencegahan
Penularan dari Ibu-Anak (Perinatal)
Cara pencegahan
penularan HIV perinatal memerlukan pendidikan atau penyuluhan kesehatan
masyarakat yang luas dan intensif dengan memberitahukan resiko kehamilan atau
melahirkan pada ibu yang sero positive HIV. Disamping itu penyuluhan atau
pendidikan yang terus-menerus perlu dilakukan untuk membujuk orang tua atau ibu
yang ingin hamil atau mempunyai anak agar memeriksakan darahnya secara sukarela
dan meminta nasehat (konseling). (Wiku Adisasmito, 2010)
Alasan pentingnya pencegahan penularan HIV dari ibu
ODHA ke bayi
1.
Sebagian ODHA perempuan berada pada usia
subur.
2.
Lebih dari 90% kasus HIv pada anak
ditularkan dari ibunya pada masa perinatal.
3.
Anak yang dilahirkan akan menjadi yatim
piatu.
4.
Anak yang terinfeksi HIV mengalami
gangguan tumbuh kembang.
5.
Stigmatisasi dan diskriminasi mungkin
terjadi pada anak tersebut.
(Dr. Nursalam,dkk;
2005)
Stategi
Pencegahan Penularan HIV pada bayi dan anak menurut WHO (Depkes, 2003)
a)
Mencegah jangan sampai ada wanita yang
terinfeksi HIV (pensegahan Primer).
b)
Apabila sudah terinfeksi HIV, cegah
jangan sampai ada kehamilan.
c)
Apabila sudah hamil, cegah penularan
dari ibu ke bayi dan anaknya.
d) Apabila
ibu dan anak sudah terinfeksi, berikan dukungan dan perawatan bagi ODHA dan
keluarganya.
Pencegahan Primer
Hal yang terutama dalam pencegahan
primer bagi petugas kesehatan adalah mengikuti kaidah-kaidah universal standar
yang ada. Sementara ibu-ibu yang sehat perlu mengubah perilaku seksual dengan
menerapkan prinsip ABC, yaitu; A =
Abstinence (tidak melakukan hubungan seksual dengan pasangan), B = Be faithful (setia kepada pasangan),
C = Condom (pergunakan kondom jika
terpaksa melakukan hubungan dengan pasangan. Mereka juga tidak boleh menjadi
pengguna narkba suntikan, terutama dengan penggunaan jarum suntik secara
berlebihan. (Dr. Nursalam,dkk; 2005)
Intervensi pencegahan penularan HIV dari
ibu ke janin atau bayinya meliputi empat hal, yaitu mulai saat hamil, saat
melahirkan dan setelah melahirkan. (Depkes, 2003):
1.
Penggunaan Antiretroviral selama
kehamilan.
2.
Penggunaan Antiretroviral saat
persalinan dan bayi yang baru dilahirkan.
3.
Penanganan Obstetri selama persalinan.
4.
Penatalaksanaan selama menyusui.
Cara persalinan yang Disarankan dalam Pencegahan
Penuaran HIV dari ibu ke bayinya.
WHO tidak merokemendasikan untuk
melakukan bedah Caesar tetapi juga tidak melarangnya, mengingat kondisi di
masing-masing daerah berbeda dan perlu pertimbangan mengenai biaya untuk
operasi, fasilitas untuk tindakan, dan komplikasi akibat imunitas ibu yang
rendah. Bedah Caesar dilakukan bila ada indikasi obstetric. Hindari partus lama
dan tindakan invasif, amniotomi sebelum pembukaan lengkap, episiotomi, ekstrasi
vakum, ekstrasi cunam, dan analisis gas darah bayi. (Dr. Nursalam,dkk; 2005)
Perhatian Pasca Persalinan
Menurut Depkes 2003 ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan, yaitu;
1.
Kontrasepsi
Waktu
paling lambat yang dianjurkan untuk kontrasepsi adalah 4 minggu setelah ODHA
melahirkan.
2.
Menyusui
Ibu
yang positif HIV sebaiknya tidak menyusui bayinya karena dapat terjadi
penularan sebesar 10-20%, apalagi bila payudara lecet atau radang.
3.
Terapi Antiretroviral dan Imunisasi
ART
(Anti Retroviral Therapy) menjadi
semakin penting setelah ibu melahirkan, karena ibu harus memelihara anaknya
sampai cukup besar. Bayi juga harus mendapat imunisasi seperti bayi sehat. Tes
HIV harus sudah dikerjakan saat bayi berumur 12 bulan. Apabila positif, maka
tes tersebut diulang saat bayi berumur 18 bulan.
4. Mengurangi
Dampak Negatif Infeksi HIV
Upaya ini dilakukan terhadap individu,
golongan, maupun masyarakat umumnya. Kepada mereka perlu diberikan
pendidikan/penyuluhan, konseling atau cara lain untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Hal ini penting dilakukan sehubungan dengan dampak infeksi HIv di
bidang psikologis dan bidang lainnya yang sangat mempengaruhi kehidupan mereka
selanjutnya. (Wiku Adisasmito, 2010)
2.9 Pengobatan/ Treatment dan
Immunisasi/Pemberian Vaksin
·
PENGOBATAN
A.
Terhadap Etiologi
Meningkatnya pengetahuan tentang Etiologi AIDS dan
kaitannya dengan pengobatan rupanya tidak menunjukkan hal yang menggembirakan,
beberapa obat telah dicoba diantaranya adalah
v Zidovudine
(Azidothymidine) mempunyai efek mempengaruhi peoses replikasi virus.
v Suramin,
HPA 23, Ribavirin, terbukti menghambat replikasi virus.
v Foscarnet,
masih dalam tahap penelitian.
(Wiku Adisasmito, 2010)
B.
Terhadap Infeksi Sekunder
Pada umumnya penderita AIDS menderita infeksi berat,
multiple dan berulang. Respon pengobatan seringkali buruk karena adanya strain
yang resisten. Jenis-jenis mikroba yang menimbulkan infeksi sekunder adalah
protozoa (Pnemocytis carinii, toxoplasma, dan cryptotosporidium), jamur
(kandidiasis), virus (herpes, cytomegalovirus/CMV, papovirus), dan bakteri
(Mycobacterium TBC, Mycobacterium ovarium intra cellular,streptococcus).
Penanganan terhadap infeksi sekunder ini disesuaikan dengan jenis
mikroorganisme penyebabnya, diberikan terus-menerus sampai gejala infeksi
sekunder menghilang dan tidak menimbulkan komplikasi lebih lanjut. (Wiku
Adisasmito, 2010)
Gambar
2.9 Contoh Infeksi Sekunder
C. Mengatasi
Status Defisiensi Immune
Sampai saat ini belum
ditemukan adanya obat-obatan yang dapat meningkatkan status immun penderita
AIDS. Obat yang sampai sekarang masih diuji coba adalah sbb;
1. Biological Respons Modifier,
misalnyaa alpha interferon, gamma interferon, interleukin, thymic hormone,
transplantasi sumsum tulang, dan transplantasi timus.
2.
Immunomodular
agent, misalnya Isoprinosine.
Semua obat ini secara in vitro menunjukkan hasil yang baik,
namun secara in vivo tidak. (Wiku
Adisasmito, 2010)
· VAKSIN
Walaupun saat ini kemungkinan pemberian vaksinsedang
dikembangkan dan ditujukan untuk mencegah infeksi oleh HIV, tetapi prospek
pengguaan dalam waktu yang dekat agak sulit untuk direalisasikan. Adanya
variasi yang bermacam-macam pada struktur setiap strain HIV mempersulit
keberhasilan kerja vaksin. Keadaan ini disebabkan oleh virus HIV dapat
berpindah dari sel-ke sel sehingga induksi vaksin oleh system immune humoral
atau seluler tampaknya tidak dapat mencegah infeksi pada sel yang rentan. (Wiku
Adisasmito, 2010)
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
HIV( Human Immunodeficiency Virus)
adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.Virus HIV akan masuk
dalam sel darah putih dan merusaknya, sehingga sel darah putih yang berfungsi
sebagai pertahanan terhadap infeksi akan menurun jumlahnya. Akibatnya sistem
kekebalan tubuh menjadi lemah dan penderita mudah terkena berbagai penyakit.
Kondisi ini disebut AIDS.
AIDS(Acquired Immuno Deficiency
Syndrome) atau sindrom penurunan kekebalan yang didapatkan adalah kumpulan
gejala penyakit yang timbul karena rendahnya daya tahan tubuh. Pada awalnya
penderita HIV positif sering menampakkan gejala sampai bertahun-tahun(5-10
tahun). Banyak faktor yang mempengaruhi panjang pendeknya masa tanpa gejala
ini, namun pada masa ini penderita dapat menularkan penyakitnya pada orang
lain. Sekitar 89% penderita HIV akan berkembang menjadi AIDS. Semakin lama
penderita akan semakin lemah dan akhirnya akan berakhir dengan kematian, karena
saat ini belum ditemukan obat untuk mencegah atau menyembuhkan HIV/AIDS.
Ada lima unsur yang perlu diperhatikan
pada transmisi suatu penyakit menular, yaitu sumber penyakit, vehikulum yang
membawa, agent penyakit, host yang rentan, adanya tempat keluar, adanya tempat
masuk (port d entrée). Transmisi tersebut dapat melalui transmisi seksual yang
berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serviks, transmisi nonseksual
yang berhubungan dengan darah yaitu transmisi parenteral dan yang belum
terbukti seperti lewat air susu ibu dll.
Pembagian stadium :
1)
Stadium Pertama:HIV
2)
Stadium
Kedua:Asimptomatis (tanpa gejala)
3)
Stadium
Ketiga:Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persistent
4)
Stadium
Keempat:AIDS
Pencegahan dapat dilakukan untuk
mengurangi persebaran penyakit tersebut. Bahkan pemerintah juga telah membuat
kebijakan-kebijakan untuk mengendalikan penyakit ini. Sedang untuk obatnya
sampai saat ini belum ditemukan, beberapa mesih dalam percobaan namun tetap
memberikan dampak lainnya pula.
3.2
Saran
1.
Untuk Masyarakat
Sebaiknya
lebih menambah informasi mengenai penyakit HIV/AIDS sehingga keluarga serta
lingkungan aman dari kemungkinan terjangkit penyakit ini.
2.
Untuk Mahasiswa
Sebaiknya
kita sebagai generasi penerus dapat menjaga diri, dan menghindari perbuatan
yang nantinya kita menjadi orang yang beresiko terserang virus HIV.
3.
Untuk Institusi
Seharusnya
mengadakan pembelajaran ataupun seminar mengenai HIV/AIDS sehingga kita
mendapat informasi yang penting tentang HIV/AIDS.
4.
Untuk tenaga kesehatan
Diharapkan
dapat peka mengenali jenis penyakit ini dan merencanakan tindakan yang tepat
untuk menangani penyakit ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Adisasmito,
wiku. 2010. Sistem Kesehatan.
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Depkes
(2003). Pedoman Nasional Perawatan,
Dukungan dan Pengobatan ODHA.Jakarta: Dirjen P2M Depkes RI, hal 80-177
Nursalam,
dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan
Anak. Jakarta: Salemba Medika
Stewart
GJ. 1997, Mananging HIV. Sydney: MJA
Published, hal 17-21, 42-44.
Widyastuti,
yani, dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi.
Yogyakarta: Fitramaya.
Sumber Internet :
www.wordpress.com
diakses pada tanggal 11 april 2011
Obat herbal Dr. Imoloa yang luar biasa adalah obat penyembuhan yang sempurna untuk Virus HIV, saya mendiagnosis HIV selama 8 tahun, dan setiap hari saya selalu mencari penelitian untuk mencari cara sempurna untuk menghilangkan penyakit mengerikan ini karena saya selalu tahu bahwa yang kita butuhkan karena kesehatan kita ada di bumi. Jadi, pada pencarian saya di internet saya melihat beberapa kesaksian berbeda tentang bagaimana Dr. imoloa dapat menyembuhkan HIV dengan obat herbal yang kuat. Saya memutuskan untuk menghubungi pria ini, saya menghubunginya untuk obat herbal yang saya terima melalui layanan kurir DHL. Dan dia membimbing saya bagaimana caranya. Saya memintanya untuk solusi minum obat herbal selama dua minggu. dan kemudian dia menginstruksikan saya untuk pergi memeriksa yang saya lakukan. lihatlah aku (HIV NEGATIF). Terima kasih Tuhan untuk dr imoloa telah menggunakan obat herbal yang kuat untuk menyembuhkanku. ia juga memiliki obat untuk penyakit seperti: penyakit parkison, kanker vagina, epilepsi, Gangguan Kecemasan, Penyakit Autoimun, Nyeri Punggung, Keseleo, Gangguan Bipolar, Tumor Otak, Ganas, Bruxisme, Bulimia, Penyakit Disk Serviks, Penyakit Kardiovaskular, Penyakit Kardiovaskular, Neoplasma, kronis penyakit pernapasan, gangguan mental dan perilaku, Cystic Fibrosis, Hipertensi, Diabetes, asma, radang sendi yang dimediasi autoimun. penyakit ginjal kronis, penyakit radang sendi, sakit punggung, impotensi, spektrum alkohol feta, Gangguan Dymyme, Eksim, kanker kulit, TBC, Sindrom Kelelahan Kronis, sembelit, penyakit radang usus, kanker tulang, kanker paru-paru, sariawan, kanker mulut, tubuh nyeri, demam, hepatitis ABC, sifilis, diare, Penyakit Huntington, jerawat punggung, gagal ginjal kronis, penyakit addison, Penyakit Kronis, Penyakit Crohn, Cystic Fibrosis, Fibromyalgia, Penyakit Radang Usus Besar, penyakit kuku jamur, Penyakit Kelumpuhan, penyakit Celia, Limfoma , Depresi Besar, Melanoma Ganas, Mania, Melorheostosis, Penyakit Meniere, Mucopolysaccharidosis, Multiple Sclerosis, Distrofi Otot, Rheumatoid Arthritis, Penyakit Alzheimer, email- drimolaherbalmademedicine@gmail.com / hubungi atau {whatssapp ..... +2347081986098. }
BalasHapus